Rabu, 28 November 2012

Don't Love Me, Please! (17)



                                     *DON'T LOVE ME, PLEASE! (17)*







          “Sakura? My dear, kau sudah sadar sayang?” mataku terbuka perlahan. Penglihatanku masih buram namun aku tau itu suara Mom.

          Aku menoleh menuju asal suara itu. “Oh thanks, God! My dear, are you ok now?” tanya Mom lagi. Aku berusaha bersuara, namun suaraku tak keluar. Aku merasa ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokanku. Penglihatanku juga masih tidak jelas.

          “Dok, ada apa dengan putri saya?” tanya sebuah suara berat itu yang ku tau pasti itu suara Dad.

          “Maaf, Pak. Permisi, silahkan anda dan yang lainnya menunggu diluar. Sakura baru sadar, jadi saya akan memeriksa kembali keadaannya. Silahkan.” Dokter mempersilahkan Dad dan yang lainnya untuk keluar dari ruanganku menunggu diluar.

          “Oh God, What’s happen about me again?” gumamku.









#BRYAN VERSION#
                   “Baru saja aku merasa bahagia karena Sakura telah kembali sadar, namun kini feelingku merasakan ada yang mengganjal ketika melihat sakura tak bisa berbicara” aku duduk di bangku yang berada tepat didepan ruangan Sakura.

          “Hey!” Mark mengkagetkanku dan membuyarkan lamunanku. “Apa?” tanyaku dengan nada yang datar.

          “Aku tak pernah melihat Kate lagi. Kau tau mengapa?” tanya Mark menatap lurus ke jendela ICU. “Huft! Dia lagi. I don’t know” jawabku agak sewot.

          “Sudahlah,  jangan berusaha berbohong padaku. Seperti yang kita semua tau bahwa Kate begitu membenci Sakura dan yang seperti yang telah kita ketahui juga bahwa salah satu alasan terbesar Kate ingin membunuh Sakura adalah demi mendapatkan dirimu” ucap Mark dengan tanpa ekspresi yang berarti.

          Aku menghela nafas panjang. “Beberapa hari yang lalu dia menelponku ditengah malam saat aku baru pulang dari sini.” Aku kembali menghela nafas panjang.

          “Lalu?” tanya Mark penasaran. “Aku menyuruhnya untuk tidak menghubungiku kembali dan menjauh dari kehidupanku dan Sakura” jawabku agak pelan.

          “Hey, Bryan! Look! Kejahatan tak harus selalu dibalas dengan kejahatan juga. Tuhan tidak menyukai umatnya yang pedendam. Keep calm, Bry!” ucap Mark sambil menepuk pundakku.

          Seketika dokter pun akhirnya keluar dari ruangan Sakura. Sontak saja Mommy Sakura pun langsung mendatangi dokter tersebut sebagai mana biasanya.

          “Bagaimana, Dok? Sakura baik-baik saja kan? Putri saya tidak kenapa-napa kan?” Mommy Sakura terlihat begitu khawatir. Terlihat sekali bahwa ia tak ingin kehilangan Sakura.

          “Kondisi fisiknya mulai membaik, namun…” dokter memberhentikan pembicaraannya. “Namun apa, Dok?” tanya Mommy Sakura kembali. Dokter itu pun menghela nafas panjang. “Namun ia terancam buta dan pita suaranya rusak. Sepertinya itu akibat pada saat kejadian dia dicelakai oleh kakaknya tersebut. Saya tidak tau pasti apa penyebabnya, namun kami akan berusaha sebaik mungkin untuk menyembuhkan Sakura. Maaf saya permisi dulu” dokter itu pun langsung pergi meninggalkan Mommy Sakura yang kembali terduduk lemas mengetahui apa yang telah terjadi pada putrinya.

          “Ya Tuhan, cobaan berat apa lagi yang kau berikan pada Sakura?” ku kembali terduduk dibangku dengan lemas. Ku lihat Edward berkali-kali memukulkan kakinya ke dinding. Lalu Edward pun seraya pergi entah kemana. Dan akhirnya aku memutuskan untuk mengikutinya.









*Diatap gedung Rumah Sakit*
          Aku bersembunyi dibalik tembok pintu tangga ketika ku lihat Edward berhenti. Berkali-kali Edward memukulkan tangannya ke dinding. Hingga ku lihat darah segar mengalir di jemari-jemari pada kedua tangannya. Aku pun langsung berlari dan mendorong Edward agar ia menghentikan perbuatannya tersebut.

          “Brian? Kenapa kau bisa ada disini? Apa maumu?” tanya Edward kaget dengan kehadiranku yang tiba-tiba. “Seharusnya aku yang bertanya, apa maumu hingga melakukan hal tersebut?” tanyaku mendekati Edward secara perlahan.

          “You don’t a thing! Kau tidak mengerti apa yang sedang ku rasakan! Aku telah gagal! Aku telah gagal menjadi kakak yang baik yang selalu melindungi adiknya! Aku telah gagal menjadi seorang kakak! Aku memang tak pantas menjadi seorang kakak dari malaikat kecil seperti Sakura! Aku telah gagal membuatnya bahagia! Aku yang membuatnya kehilangan satu ginjalnya untuk didonorkan padaku pada saat dia masih berumur 15 tahun! Aku membuat ia kehilangan kebahagiaan masa kecilnya ketika aku meminta untuk kembali ke Dublin! Aku telah membuatnya kehilangan cinta sejatinya! Harusnya pada saat itu aku berlari lebih cepat dari Nicky! Namun kenapa larinya Nicky begitu terlihat cepat bagaikan didorong oleh seseorang! Dan kini karena aku tak sungguh-sungguh menjaga dirinya pada saat ia koma, kini dia terancam mengalami kebutaan! Aku benar-benar telah gagal! Aku merebut semua yang ia butuhkan! Aku gagal!” Edward memukul-mukulkan tangannya yang telah berdarah itu ke lantai atap beberapa kali.

          “Aku pun telah gagal… Seharusnya pada saat itu aku menolong Sakura, bukannya hanya berdiam diri karena kaget. Aku juga takut kehilangan Sakura… Aku juga masih sering merasa iri dengan Nicky. Semenjak awal Nicky dan Sakura bertemu saat pesta ulang tahunku yang ke 19 mereka berdua seperti memiliki ikatan batin yang tak bisa diputuskan dengan cara apapun walaupun Nicky dan Sakura tak pernah saling berkata apa pun.” Aku terduduk disamping Edward.

          “Tapi, Sakura masih membutuhkan kita. Aku yakin jika Sakura tau kau melakukan hal seperti ini, dia pasti akan langsung menangis kecewa dan sedih melihat kakak yang begitu disayangi dan dicintainya melakukan hal bodoh hingga terluka hanya karena dirinya.” Aku menatap kearah langit senja yang begitu cerah nan indah.

          Ku dengar Edward menghembuskan nafas panjang berkali-kali untuk menenangkan dirinya yang tengah dilanda emosi kekecewaan sekaligus penyesalan pada dirinya sendiri. Aku pun terdiam membisu. Suasana pun terdengar begitu sunyi.

          “Baiklah, sebaiknya kita kembali dan melihat keadaan Sakura. Sakura pasti mencari kita.” Edward berdiri sambil memegang tangannya yang berdarah.

          “Okay, tapi sebelumnya kita sebaiknya mendatangi ruang UGD untuk mengobati luka dikedua tanganmu.” Ucapku seraya berdiri. “Baiklah” jawab Edward tersenyum.











#SAKURA VERSION#
          “Sakura?” tiba-tiba sebuah suara lembut memanggil namaku. “Mom? Is it you? Kenapa mataku diperban, Mom?” tanyaku dengan suara yang masih serak.

          “Yes, it’s me honey. Maaf Mom harus mengatakannya, tapi kamu terancam buta sayang. Makanya agar hal itu tidak terjadi, matamu harus diperban sayang.” Jawab Mom terdengar menahan tangisannya.

          “Mom? Do you crying?” tanyaku mencari-cari sumber suara Mom. Mom meraih tanganku dan meletakkannya dipipinya. “Sudahlah Sakura. Mommy tidak apa-apa. Pesan dokter kau jangan terlalu banyak berbicara, karena ada masalah juga pada pita suaramu” sahut sebuah suara yang ku kenal pasti yaitu suara Daddy.

          “Oke, but where’s Edward?” tanyaku berusaha mengeluarkan suaraku agar terdengar jelas. “Tadi dia katanya membeli sesuatu bersama Bryan, biar ku cari mereka.” Terdengar suara kaki berlari menjauh.

          Sepertinya tadi itu suara Mark. Ya Tuhan, kuatkan aku dalam menyelesaikan semua masalah yang tengah ku hadapi ini. Bantulah aku untuk dapat mencari jalan keluar dari semua akar permasalahan ini. Dan mudahkanlah langkahku dalam mencari kebenaran.

          Tiba-tiba terdegar suara pintu terbuka dan langkah kaki mendekat. “Sakura? Sudah merasa baikan?” aku yakin itu adalah suara Kak Edward. Aku mengangguk tersenyum.

          “Edward, apa yang terjadi dengan kedua tanganmu? Kenapa diperban segala?” tanya Dad. Sontak saja aku yang mendengarkan langsung kaget. “Tangan Kak Edward kenapa? Ada apa? Kakak gak kenapa-kenapa kan?” tanyaku langsung.

          “Sshh!! Sakura kamu jangan terlalu banyak bicara. Kakak gak apa kok adekku sayang. Tadi cuman jatuh dari tangga gara-gar mau menghindar dari pasien. Sudahlah, besok juga paling udah sembuh kok.” Jawab Kak Edward.

          Namun jawaban Kak Edward tak mempuaskanku. Feelingku merasa bahwa ada yang disembunyikan Kak Edward kepadaku. Namun ku tak mampu membantah, aku pun hanya terdiam membisu.

          “Sudahlah, tidak perlu dibahas kembali. Ini sudah mulai menjelang malam, sebaiknya kalian pulang saja. Om dan Tante juga akan pulang. Biar Edward saja yang menjaga Sakura.” Kata Dad.

          “Baiklah, Om. Kalau gitu kami permisi pulang. Good well soon ya Sakura.” Brian, Kian, dan Mark keluar dari ruanganku. “Ayo, Mom. Kita juga harus pulang” Dad menarik kedua lengan Mom dengan lembut. Mom makin menggenggam tanganku dengan erat saat Dad berusaha membawa Mom pulang.

          “Honey?” ucap Dad bingung dengan sikap Mom. “I won’t to come back home. I’ll be here with Sakura.” Jawab Mom meronta.

          “Iya, Daddy tau. Namun, sekarang Sakura juga butuh istirahat. Besok pagi kita pasti kembali lagi disini. Kita juga harus mengkemaskan baju-baju Sakura.” Akhirnya bujukan Dad membuat hati Mom yang semulanya keras kini mulai luluh. Dad langsung membawa Mom pergi.

          “Ok, Sakura. Jika ada yang ingin kamu bicarakan dengan Kakak, kamu bisa menuliskannya di kertas ini” Kak Edward memberikanku sebuah buku kosong beserta sebuah pulpen.

          Aku mengangguk, menandakan bahwa aku mengerti akan apa yang dimaksudkan oleh Kak Edward. Aku pun mulai menulisnya, “Kak, Kakak tidak membocorkan kepada siapa pun kan akan penyakitku ini?” aku langsung menyerahkan buku yang ku pegang pada Kak Edward.

          Kak Edward mulai membaca tulisanku, lalu Kak Edward menghela nafas panjang. “Kau masih saja memikirkan hal itu. Tenang saja my little sister, rahasiamu aman kok.” Kak Edward tersenyum padaku lalu kembali menyerahkan buku itu padaku. Aku membalas senyuman Kak Edward, Kak Edward langsung mengelus-elus kepalaku dengan lembutnya.

          Aku kembali menulis, “Kak, Kakak bisa bantu aku gak?” aku memutar balikkan kertasku ke hadapan Kak Edward agar ia dapat membacanya. “If I can. Apa yang harus kakak bantu?” tanya Kak Edward.

          Aku kembali menulis, “Bantu Sakura untuk menjodohkan Mark dengan Suzane, please…” aku memutar kembali bukuku ke hadapan Kak Edward. “What? It’s impossible. How to can make Mark fall in love with Suzane?” tanya Kak Edward frustasi.

          Aku kembali menulis, “Nothing is impossible, I believe it. Please… It’s between my life and my died. Please… I just having you to can help me… Please… I know you’re my hero” aku kembali membalikkan bukuku.

          Setelah Kak Edward membaca tulisanku yang terakhir, Kak Edward malah berulang kali menghela nafas dan terlihat berpikir keras. “Ok, akan kakak coba. Ini semua hanya karena kamu loh yaa” akhirnya Kak Edward mengabulkan permohonanku. Aku pun langsung tersenyum bahagia.

          “Yasudah, sekarang kamu tidur yaa… Kamu perlu banyak-banyak istirahat.” Perintah Kak Edward padaku. Aku mengangguk menuruti perintah Kak Edward padaku.

          Aku memberikan buku dan pulpen pada Kak Edward, lalu menarik selimutku dan menutup kedua mataku agar aku dapat tertidur.








*In dreams*
          “Nicky? Kak Edward? Mom? Dad? Where are you? Don’t leave me alone in here. I was feel lonely. Please… Don’t go anywhere!” aku menangis terisak ketika ku lihat ruangan ini begitu kosong.

          Tiba-tiba sosok Nicky, Kak Edward, Mom dan Dad muncul dihadapanku. “Kau harus memilih sayang. Hidup itu memang penuh dengan pilihan. Kau pilih pergi bersama Nicky atau tetap tinggal bersama kami?” tanya Mom.

          “Nicky tidak pantas untukmu, Sakura. Kau harus menjauh darinya.” Ucap Kak Edward. “Dad tak akan pernah merestui hubunganmu dengan Nicky sampai kapan pun” sambung Dad.

          “Ikutlah bersamaku, Sakura. Kan ku berikan kau kehidupan yang tenang dan tentram tanpa ada orang lain yang dapat mengganggu gugat cinta sejati yang suci dan telah terikat diantara kita berdua.” Nicky mensodorkan tangannya seolah mengajakku untuk mengikutinya.

          “Aku tidak tau harus memilih siapa? Jangan tinggalkan aku, Nicky. I love you but I love my family too.” Aku menangis terisak.

          “Baiklah, aku kalah. Cintamu pada mereka ada 3 sedangkan padaku hanya 1. Berbahagialah sayang!” Nicky mengecup keningku dengan lembut. Bayangan Nicky mulai menghilang. Aku hanya bisa terdiam menangisi kepergian Nicky. “Tidak.. tidak.. Nicky!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!” teriakku.











*Reality*
          “Nicky!!!!!!!!” aku terbangun dengan tiba-tiba. Nafasku tak beraturan, seperti habis berlari mengelilingi lapangan sepak bola sebanyak 25 kali. Untunglah saja suaraku masih serak, jadi tak membangunkan Kak Edward yang sedang tertidur pulas.

          Namun, sosok Nicky pun muncul dihadapanku. “Nicky?” bisikku. “Waktuku tidak banyak, Sakura. Waktuku didunia semakin berkurang disetiap detiknya. Tapi, aku kan berjanji padamu. Sebelum waktuku habis didunia, aku akan membuatmu merasakan kebahagiaan yang paling bahagia.” Sosok Nicky pun kembali menghilang.

          Aku mengucek kedua mataku. Ini beneran atau hanya mimpi lagi saja? (^-^)








#Lanjut next time ya ^-^
#Thank you so much for reading my story (^-^)
#I’m sorry if my story make you feel boring (^-^)v

Tidak ada komentar: