Minggu, 18 November 2012

Don't Love Me, Please! (16)



                                      *DON'T LOVE ME, PLEASE! (16)*









          “Okay, baiklah. Mendekatlah padaku.” Ucap Kian kembali menatap keluar jendela. Aku mendekati Kian perlahan, menuruti permintaannya.

          “Apakah kau ingat masa-masa kecilmu ketika kamu berlibur di Hokaido?” tanya Kian tanpa menatap ke arahku. “Umm… May be…” jawabku agak ragu.

          “Do you remember about a ‘little prince’?” tanya Kian lagi dengan masih menatap ke luar jendela. Aku tak tahu apa yang sedang dipikirkan dan diperhatikan oleh Kian. Aku hanya bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan darinya.

          “Umm… I keep remember it, cause it’s my beautiful memories. Why you know about it?” tanyaku balik pada Kian.

          “Do you know the name of ‘little prince’?” tanya Kian tersenyum kecil. “No, I forget to get his name. I forgot ask to him. Did you know who’s he?” tanyaku balik. Sepertinya kami malah saling melempar pertanyaan. Bagaimana Kian tau tentang ‘little prince’, seseorang yang mungkin sebaya denganku yang ku temukan ketika liburan di Hokaido ketika aku masih berumur sekitar 7 hingga 12 tahun.

          “Do you remember, how much he safe yourself?” tanya Kian kembali dengan masih tanpa menatapku. “I can’t remember it, because he’s like an angel. He comes to me whenever I feel sadly. Why you know it?” tanyaku kembali. Kian sedari tadi tak sepatah kata pun menjawab pertanyaan dariku, Kian hanya terus menerus melontarkan pertanyaan padaku yang membuatku penasaran.

          “He’s Nicholas Bernard James Adam Byrne. You’re his first love, and the last his love.” Kian akhirnya menjawab pertanyaanku dan menatap mataku ketika berkata.

          “What?! Why he’s don’t tell me about it?” tanyaku lagi. “Umm… Tentu saja dia malu. Apalagi kalian telah bertahun-tahun tak bertemu. Kau tau? Daridulu dia selalu menjadi paparazzi setiamu. Dia yang selalu melindungimu dan dialah yang selalu mencintaimu sejak saat itu. Aku sudah berusaha mencoba berbagai cara agar Nicky dapat berpaling ke wanita lainnya, namun semua usahaku pasti berakhir dengan sia-sia.” Kian mulai bercerita.

          “Tunggu dulu, jangan-jangan kamu juga adalah ‘Kino’?” tanyaku sambil mengingat-ingat. “Hahaha… Yup, kamu benar. Kau selalu memanggilku itu. Hahaha… Aku dan Nicky berteman ketika ditaman bermain hingga tingkat ‘Junior High School’, namun setelah itu Nicky dibawa orang tuanya untuk pindah ke England. Makanya, ketika liburan panas hari itu kau tidak dapat bertemu dengannya karena ia telah pindah ke England sebulan sebelumnya” Kian bercerita sambil mengingat-ingat kejadian dimasa lalu itu.

          “Hmm… Aku pikir ‘little prince’ itu Brian dan ‘Kino’ adalah Nicky. Yah, yang kudengar mereka bersahabat sejak kecil.” Ucapku merasa bersalah. “Hahaha.. memang, namun mereka bersahabat setelah Nicky pindah ke England. Kurasa itu sebabnya kau menyukai Bryan, dan hatimu berkata sebuah kejujuran bahwa yang kau cintai selama ini adalah Nicky bukan Bryan. Awalnya ku pikir kalian akan berjodoh karena perasaan yang begitu sangat kuat diantara kalian berdua yang tak dapat dipisahkan oleh yang lain. Namun, ternyata Tuhan berkehendak yang sebaliknya.” Kian menghela nafas panjang.

          “Kian, aku merasa waktu seolah sangatlah terlalu sebentar buatku untuk bersama Nicky. Awalnya pun ketika aku bertemu Nicky kembali dirumah Bryan, aku merasakan ada yang aneh pada diriku. Namun ku tepis semua karena keyakinanku bahwa Bryan lah sosok ‘little prince’. Oh Tuhan, dunia ini begitu sangat sempit.” Aku menengok keatas menatap langit biru diluar jendela.

          “Semua pasti ada jalan keluarnya. Tuhan takkan memberikan cobaan yang lebih dari batas kemampuan umatnya. Pilihan Tuhan takkan pernah salah, percayalah…” ucap Kian seraya pergi meninggalkanku kembali seorang diri.

          “Aku pengen teriak…” ucapku dengan ekspresi wajah polos.









*Keesokan harinya*
          “Babe!!!” aku mengejutkan Nicky dari belakang. Nicky yang bengong menatap langit pagi hari yang indah, sontak saja langsung kaget dan berbalik.

          “Hahaha… ‘Little prince’ lebay deh… Masa cuman begitu saja sudah kaget segitunya… Makanya jangan bengong… Pagi-pagi udah bengong…” ucapku sambil menjulurkan lidahku tanda kemenanganku berhasil menjahilinya.

          “Little prince? Do you remember me now?” tanya Nicky mengejarku. “Hatiku yang berkata begitu. Namun, aku masih ragu… Umm…” ucapku bergumam.

          “Apa yang kau ragukan? Ku pikir kau telah mengingat segalanya” ucap Nicky agak cemberut. “Hahaha… Tenang saja… Ini pertanyaan yang sangat mudah, namun yang tau jawabannya hanya aku dan ‘little prince’… Bagaimana?” tantangku pada Nicky. “Okay, siapa takut?” ucap Nicky yakin.

          “Ketika umur berapa aku dan ‘little prince’ pertama kali mencoba membuat masakan? Dimana? Siapa yang mencicipi masakan kami? Bagaimana komentar dia yang telah mencicipinya? Dan apakah nama masakan yang kami buat?” aku langsung melontarkan pertanyaan bertumpuk pada Nicky untuk memastikan apakah benar Nicky adalah little prince sesuai yang diucapkan oleh Kian.

          “Hahaha… Itu terlalu mudah buatku. Aku dan kamu pertama kali mencoba membuat masakan ketika berumur 10 tahun. Your Mom membiarkan kita memasak didapur nenekmu dan bahkan kita membuatnya jadi sangat berantakan namun your Mom tak marah sedikitpun, dia malah tertawa melihat wajah kita yang berlepotan. Kita menjadikan Kino sebagai kelinci percobaan untuk mencicipi masakan kita. Lalu ia berkata, ‘Rasanya enak, tapi terlalu manis banget.’ Bahkan ia meminta kita untuk mengambilkan air putih karena rasanya yang terlalu manis. Kita memasaknya karena sehari sebelumnya kita melihat disebuah majalah Mommy mu sebuah pudding yang sangat menggugah selera dan kebetulan disana telah tercantum resepnya. Namun karena ada kata-kata yang membingungkan, kau pun berlari bolak-balik menemui Mommy mu hanya untuk menanyakannya. Dan itu jugalah sebabnya kita berdua menamainya ‘Run Pudding Chocolate Kingdom’ karena kitalah pangeran dan putrinya. I always remember it, my princess” Nicky berlutut sambil memegang kedua tanganmu.

          “You’re my prince!!!” Aku memeluk Nicky. “Of course. The little prince is me, not Bryan.” Ucap Nicky. “Sorry, my prince. I don’t know” ucapku melepas pelukan Nicky karena merasa bersalah.

          “Sudahlah, hal itu tak perlu lagi dibahas. Yang penting sekarang kau telah mengetahuinya. I can’t forget you, honey. Sudah dua puluh tahun aku menginginkan dirimu menjadi pasanganku. Dan telah sepuluh tahun aku menahan rasa rinduku padamu. Dan saat aku t’lah berhasil menemukanmu, kau pun telah berhasil membuatku patah hati untuk pertama kalinya. Ketika melihatmu bermesra-mesraan dengan Bryan dan sesekali kau memanggilnya ‘little prince’ membuatku patah hati. Namun, itu semua tak dapat menghilangkan perasaanku padamu. Maaf, aku baru mengatakannya.” Nicky memelukku dengan erat.

          “That’s not your wrong, babe. Mungkin kita memang tak berjodoh. Tapi kau ‘kan selalu tersimpan dihatiku meski ragamu tak dapat ku miliki. Aku yakin jiwamu ‘kan selalu bersamaku. Mesti kau tercipta bukan untukku.” Aku membalas pelukan Nicky.

          “Andaikan Tuhan memberikanku hidup satu kali lagi, hanya untuk bersamamu. I’m really really love you. Rasa ini sungguh tak wajar, namun ku ingin tetap bersama dirimu untuk selamanya.” Tak ku duga Nicky akan berkata seperti itu.

          “Maaf, aku telah membohongi dirimu Sakura. Selama ini, aku selalu barusaha tegar dan terus memotivasimu untuk hidup. Namun sebenarnya dilubuk hatiku yang paling dalam, aku pun sangat tak ingin meninggalkanmu. Setiap waktu aku selalu berdoa agar Tuhan dapat memberikanku hidup satu kali lagi. Aku ingin disampingmu agar tetap selalu dapat menjagamu, memelukmu, aku pun ingin menjadi orang yang selalu ada disaat tersusahmu, aku ingin membahagiakan dirimu… Dan satu hal lagi yang memang terdengar sangat gila dan egois, aku ingin menjadi satu-satunya pria yang kau cintai sehidup sematimu, Sakura.” Nicky mengelus rambutku.

          “Kebahagiaan dirimu adalah kebahagiaanku juga, sayang. Jadi walaupun kita telah terpisah sangat jauh, percayalah hatiku kan tetap jadi milikmu. Tenanglah dirimu disana kasih, ku kan bahagia menjalani hari-hariku apabila kau tenang disana. Aku percaya Tuhan akan selalu menjagamu disisi-Nya dan ku yakin Tuhan kan selalu bersamaku disetiap langkahku, itu artinya jarak kita sebenarnya tidaklah sejauh itu. Kita sebenarnya dekat, namun hanya kitalah yang tak dapat saling melihat.” Aku tau aku sangatlah munafik.

          Aku adalah wanita munafik yang membohongi perasaannya sendiri. Ketidakrelaanku tak dapat ku egoiskan. Aku tak ingin membebani Nicky. Aku ingin dia tenang. Biarlah semua rasa sakit ini ku pendam sendirian.

          Nicky melepas pelukannya lalu menyentuh wajahku dengan kedua tangannya, “Are you sure, honey?” tanya Nicky. “Apapun akan ku lakukan demi dirimu, sayang.” Ucapku tersenyum.

          “Wah! Senangnya aku mendapatkan hatimu! Bangganya aku memiliki dirimu dan cintamu!” ucap Nicky terkesan berlebihan. “Makanya nanti aku akan selalu berdoa, ‘Ya Tuhan, jagalah my prince disisi-Mu. Cubit aja dia kalau nakal. Dan jangan buat hatinya berpaling pada bidadari-bidadari yang ada di surge nanti…’ Amin…” ucapku tersenyum jahil.

          “Hahaha… Kau ini… Bagaimana pun cantiknya seorang bidadari dan sebagaimanapun sempurnanya dia. Sakura Jane Airurando tetaplah malaikat hatiku…” Nicky mencubit kedua pipiku dengan gemasnya. “Aduh!! Sakit tau!! Ntar aku malah tembem lohh!!” ucapku kesakitan. Nicky pun langsung melepaskan kedua tangannya dari kedua pipiku. Aku menyentuh kedua pipiku yang masih terasa sakit.

          “Gombalnya gak ampuh! Bleee” Aku menjulurkan lidahku kemudian berlari pergi meninggalkan Nicky yang terdiam. Entah karena merasa tak berhasil membuatku tersanjung dengan kalimat gombalannya atau karena merasa kembali kalah dariku, Nicky yang biasanya langsung mengejarku kini tak mengejarku selangkah pun.

          “Hahhh… I’m so bored now” aku menghela nafas panjang lalu menuju ruang ICU tempat tubuhku terbujur kaku.









*Diruang ICU*
          Aku menghela nafas panjang berkali-kali sambil menatap langit biru diluar dan anak-anak yang sedang bermain dengan gembiranya bersama kedua orang tua mereka.

          “Kurasa Nicky benar. Aku harus tetap hidup didunia. Masih banyak yang harus ku selesaikan. Mulai dari hubungan Kak Kate dan Bryan, hubungan Mark dengan Suzane, dan masalah siapa orang tua kandungku. Aku harus bisa berusaha walau tanpa Nicky. Ini memang berat, tapi ku yakin Tuhan kan tetap bersamaku. Tuhan, tegarkanlah diriku…” ucapku menatap tubuhku yang terbujur kaku.

          “Aku harus berjuang menyelesaikan semua masalahku, aku tak ingin meninggal sekarang… Aku ingin meninggal dalam kedamaian… Kuatkan hatiku, Tuhan” aku kembali menatap keluar jendela. Aku mulai memperhatikan dengan seksama anak-anak yang sedang bermain dengan cerianya tanpa beban bersama kedua orang tuanya.

          Hal yang sungguh membuat hatiku sakit. Aku tak pernah merasakan hal segembira itu. Kapankah aku dapat tertawa ceria dengan lepasnya bersama dengan orang-orang yang sangat ku cintai? Mom dan Dad yang super sibuk semenjak aku kecil, tak mungkin aku meminta mereka untuk menemaniku bermain. Jika aku meminta mereka, ku yakin itu hanya menambah beban berat yang dipikul oleh mereka. Ketika aku masih kecil, aku selalu ingin dapat bermain dan menerima kasih sayang Mom dan Dad. Aku selalu ingin mendapatkan belaian kasih sayang mereka. Aku pun selalu ingin mereka ada bersamaku di saat aku butuh.

          Namun, hingga beranjak dewasa pun aku tak pernah sekali pun mendapatkannya. Begitu banyak beban yang ku pikul dirumah. Sungguh, aku tak butuh akan harta tapi yang ku butuhkan hanyalah belaian sayang dari mereka kepadaku. Aku memang terlahir dengan kanker otak, tapi itu semua bukanlah keinginanku. Aku pun ingin mendapatkan kebahagiaan. Bahkan karena terlalu sibuknya Mom dan Dad, maka hanya Kak Edward lah yang tau akan kanker ku ini. Aku selalu merahasiakannya agar tak jadi beban Mom dan Dad.

          Aku tak ingin menjadi beban bagi siapa pun. Aku tau bahwa aku adalah wanita lemah, tapi itu semua bukanlah kehendakku terlahir dengan semua ini. Ditengah-tengah kelemahanku, aku selalu berjuang agar dapat membuat Mom dan Dad bangga pada diriku, bangga memiliki diriku, dan beralih memberikan belaian kasih sayang mereka padaku. Namun semua prestasi yang ku raih, Mom dan Dad bahkan tidak pernah tau pula dengan prestasiku tersebut.

          Bagaimana tidak? Semua piala yang telah ku dapatkan dan ku bawa pulang kerumah, semuanya pasti selalu direbut Kak Kate saat aku tertidur mau pun saat Mom atau Dad baru pulang. Kak Kate selalu mengakui bahwa piala itu dialah yang meraihnya membuat Mom dan Dad tersenyum bangga pada Kak Kate, Kak Edward yang tau pun sebenarnya ingin mengatakannya pada Mom dan Dad. Namun, selalu ku cegah. Biarlah Kak Kate melakukannya, toh selama ini keberadaanku telah membuatnya menderita. Biarlah ia meraih kebahagiaannya dengan caranya sendiri.

          Kata-kata menyakitkan yang pernah keluar dari bibir Dad kepadaku waktu aku kelas 3 tingkat Junior High School adalah, ““Lihatlah kakakmu Kate, dia selalu mampu membuat Mom dan Daddy bangga. Cobalah belajar menjadi seperti dirinya yang selalu berprestasi. Jangan hanya bengong menyendiri dikamar!””. Hal itu sungguh sangat membuat hatiku sakit, bagaikan tertancap paku-paku yang sangat banyak. Untung saja saat itu Kak Edward sedang berkuliah, jadi tak ada dirumah. Jika, ada Kak Edward pada saat itu mungkin Kak Kate tak mungkin tersenyum akan kemenangan dirinya mendapatkan perhatian dari Daddy.

          Dan aku pun masih mengingatnya saat di Hokaido saat aku berumur sekitar 11 tahun ketika aku pulang dari taman bermain bersama ‘little prince’ dan ‘Kino’, Mom memarahiku, ““Kau ini selalu saja tiap hari bermain! Apa gunanya kau ini?! Dari kecil saja sudah malas-malasan! Lihat kakakmu, Kate! Dia sendirian membereskan rumah, sedangkan kau asik bermain hinggal larut seperti ini! Kau sia-siakan waktumu dengan hal yang tak berguna!””. Ingin sekali rasanya pada saat itu aku mengatakan pada Mom bahwa sebenarnya akulah yang membereskan semua pekerjaan rumah. Ingin pula ku perlihatkan pada Mom luka lebam pada sekujur tubuhku akibat siksaan dari Kak Kate. Namun aku hanya menangis, memendam semua rasa sakit itu. Dan Kak Kate tersenyum senang mendapatkan belaian kasih sayang yang tulus dari Mom yang selalu ingin ku dapatkan.

          “Benarkah aku hanya anak pungut? Benarkah aku bukan anak kandung dari Mom dan Dad? Benarkah apa yang telah dikatakan Kak Kate padaku saat itu? Apakah semua itu benar?” pertanyaan tersebut kembali melintas dibenakku.

          Sungguh telah banyak yang ku pendam didasar hatiku yang paling dalam. Aku tak pernah menceritakannya pada siapa pun termasuk Kak Edward dan Suzane. Itulah sifatku, selalu memendam semuanya sendiri. Aku selalu tak ingin menjadi beban bagi orang lain.

          Jikalau pun aku menceritakannya, tak mungkin ada satu orang pun yang tau seperti apa rasanya menjadi diriku ini. Hal yang paling mungkin mereka berikan padaku hanyalah perasaan rasa kasihan kepadaku. Aku tak pernah ingin dikasihani! Aku hanya ingin pengertian! Namun, aku pun tak ingin menjadi beban bagi siapa pun. Ku terbiasa tersenyum tenang walau hatiku menangis.

          “God, I’m just having you now. I know just you can always beside me to be forever. God, tell me please, what I must do? I don’t know, what I must do now?” aku tertunduk menangis meratapi nasibku.

          “Tuhan, aku tidak akan menyesal telah Engkau terlahirkan di bumi ini. Karena ku yakin apa yang telah Engkau rencanakan itu semua pasti adalah yang terbaik untukku. Namun, hamba hanya minta pada-Mu ya Tuhan. Tolonglah bantu hamba menyelesaikan semua masalah ini agar hamba dapat tenang ketika disisi-Mu kelak. Tabahkan aku, Tuhan” aku memohon datangnya keajaiban dari Tuhan. Ku yakin ini semua pasti akan berakhir dengan indah. Karena disetiap rencana yang telah Tuhan susun, itulah pilihan terbaik buat kita.

          “Tuhan, tunjukkanlah kebesaran-Mu dan jalan terbaik dari-Mu untukku ini. Aku hanyalah manusia ciptaan-Mu yang lemah, karena itulah aku sangat bergantung pada Engkau, Tuhan. Kumohon bantulah diriku yang lemah ini dengan kebesaran-Mu” aku terus berdoa dan berharap keajaiban itu akan segera datang pada diriku.

          Ketika ku bangun dan melihat dunia kembali dengan tubuhku, ku harus mampu membuktikan dan membuat Nicky tenang meninggalkanku. Aku tak ingin diriku menjadi beban Nicky menuju alam baka. Aku harus mampu menyelesaikan semuanya. Itu janjiku pada diriku dan pada-Mu, Tuhan.

          Tiba-tiba aku merasakan roh ku seperti terhisap oleh sesuatu begitu saja. Apa yang terjadi? “Kyaaa!!!!!!!!!!!!!!” aku berteriak. (^-^)






#Lanjut next time ya ^-^
#Thank you so much for reading my story (^-^)
#I’m sorry if my story make you feel boring (^-^)v

Tidak ada komentar: