Minggu, 24 Februari 2013

Don't Love Me, Please! (20)



                               *DON'T LOVE ME, PLEASE! (20)*







          Pagi-pagi sekali aku telah siap-siap berangkat untuk kemotherapi. Terdengar suara ketukan pintu perlahan sebanyak tiga kali. “Sakura, are you ready?” tanya Kak Edward dari balik pintu. “Yup, I’m ready!” jawabku. Aku langsung mengambil tas tanganku lalu beranjak pergi.

          Di meja makan terlihat Dad, Mom, dan Kak Edward telah bersiap untuk sarapan. “Morning, dear. Come on, we’re breakfast together” ajak Mom padaku.

          Setelah sarapan aku langsung mengambil tas tanganku dan menarik lengan Kak Edward. “Mom, Dad, kami pergi dulu sebentar.. Tenang saja, Sakura takkan bolos kuliah kok. See you” ucapku terburu-buru.

          “Tak bisakah kau pelan-pelan saja, Sakura?” keluh Kak Edward sambil membuka pintu mobil. “Sudahlah kak, setir mobilnya lebih cepat saja” jawabku sambil menutup pintu mobil. “Tak biasanya kau berkata seperti itu. Tell me, what happen?” tanya Kak Edward sambil menyalakan mesin mobil. “Err… Nothing” jawabku gugup. “Okay” balas Kak Edward dengan nada masih penasaran.

          Ditengah perjalanan radio mobil yang menyala sedang memutar lagu Safe dari Westlife. “Lagu ini mengingatkan kakak pada Nicky. Kau ingin mengunjunginya?” tanya Kak Edward padaku. “Tak usah kak, lajukan saja mobil ini menuju rumah sakit.” Ucapku sedikit cuek. Sebenarnya aku ingin sekali mengunjungi makam Nicky, tapi aku telah berjanji untuk tidak menangisinya kembali. Namun mustahil aku tidak menangis di makamnya.

          “Sakura, are you ok? I think, something wrong about you. It’s the first time I heard you say that. So tell me, what happen about you? Seriously!” tanya Kak Edward dengan penasaran. “Nothing, I just think, maybe will be better if I don’t go there.” Jawabku masih dengan nada cuek. Aku harus bisa tega kepada Kak Edward. Ini pasti akan memudahkannya melupakanku kelak.

          “You’re not a great liar, Sakura! So, tell me the truth now!” Kak Edward menepikan mobilnya. “Not in myself, but in yourself. Can you see? Something wrong about yourself, Edward. I can go to hospital by taxi.Thanks about a bad time in this morning!” aku melepas sabuk pengamanku lalu mengambil tas tanganku dan keluar dari mobil Kak Edward.

          Kak Edward keluar dari mobilnya juga. “Sakura, I know, you can’t angry. I’m sure, something different in your self now. I can’t understand you again now. I don’t know who are you. But now I know, I’m the first person can making you angry. Call me, if you needed me!” Kak Edward kembali masuk kedalam mobilnya. Aku hanya diam seribu bahasa. Ternyata cukup melelahkan memasang tampang tegar dan seolah cuek padahal hati ingin menjerit dan menangis.

          Aku menghentikan sebuah taksi dan langsung masuk ke dalamnya kemudian meminta kepada supirnya untuk langsung menuju kesebuah rumah sakit yang aku tuju. Ku lihat mobil Kak Edward masih berhenti hingga taksi yang membawaku pergi berlalu.

          Mungkin seharusnya aku tak sekejam itu pada Kak Edward. Aku menghapus air mataku yang tak dapat lagi ku bending. Sungguh, itu benar-benar bukan seperti diriku yang sebenarnya. Namun aku harus bertahan menjalani semua drama ini, agar semuanya akan menjadi lebih mudah bagiku.










#PART  OF  EDWARD #
*Beberapa Jam Kemudian*
          Walaupun Sakura telah membenci diriku sekalipun aku tak perduli, aku akan tetap menjadi Kakaknya yang akan tetap terus menjaganya. Aku tak ingin menjadi seorang kakak yang gagal. Aku memutuskan untuk mendatangi rumah sakit tempat Sakura kemotherapi. Aku pergi menuju ruang dokter pribadi Sakura.

          Aku mengetuk pintu ruang dokter tersebut. “Excuse me, Doc. May I come in? It’s me Edward.” seraya ku mengetuk pintunya. “Edward? Ya, you can come in.” jawab dokter tersebut. Aku langsung membuka pintu dengan perlahan dan masuk lalu menutup pintunya kembali dengan perlahan pula.

          Sang dokter pun mempersilahkan aku untuk duduk. Aku menuruti permintaannya dan segera duduk di tempat yang telah tersedia.

          Aku pun langsung to the point berbicara pada dokter tersebut. “Bagaimana Dok keadaan Sakura? Dan bagaimana dengan sel kanker nya?” tanyaku. “Saya belum dapat memastikannya. Saya sedari tadi menunggunya datang.” Jawaban Dokter tersebut langsung membuatku terkejut.

          “Bukankah ia memiliki janji dengan anda pada pukul 9? Tapi ini telah pukul 11, Dok. Berarti sedari tadi ia tidak datang kemari dan tidak menjalani kemotherapi?” tanyaku kebingungan. “Kami memang memiliki janji pada pukul 9. Namun, Sakura tidak datang kemari sedari tadi saya menunggunya. Saya pikir dia bersama anda. Edward, Sakura belum benar-benar pulih 100% dan sel kanker yang mengidapnya juga sangatlah ganas. Saya takut terjadi hal yang tidak kita inginkan padanya.” Maksud sang dokter pun langsung ku pahami. “Baiklah, Dok. Saya akan segera mencarinya. Terima kasih” ucapku dan buru-buru berlari menuju parkiran tempat mobilku diparkir.

          Aku langsung menyalakan mesin mobilku dan melaju menuju tempat-tempat yang memungkinkan Sakura untuk pergi. “Oh God! Where are you, Sakura? Please, forgive me and come back” sesalku.









#PART  OF  SAKURA#
          Akhirnya aku telah sampai di rumah sakit yang aku tuju. Setelah membayar ongkos taksi ku, aku langsung masuk ke dalam rumah sakit dan mencari ruangan yang telah Shane beritahukan padaku.

          Semalam aku berusaha mencari-cari informasi tentang keberadaan Kak Kate. Dan Shane memberitahukanku bahwa ia sering melihat Kak Kate disekitar rumah sakit ini bahkan ia pernah mengatakan pernah melihat Kak Kate masuk ke dalam sebuah kamar dengan memakai pakaian rumah sakit ini.

          Kak Edward tidak mungkin mengetahui keberadaanku, ia pasti kan berfikir bahwa aku sedang di kemotherapi. Aku tak perduli bila Kak Edward pun telah tahu bahwa aku tidak kemotherapi hari ini. Aku hanya ingin mencari keberadaan Kak Kate. Aku tak ingin ketika aku telah tiada, aku masih menyisakan derita bagi orang lain. Tak akan ku biarkan Kak Kate menderita karena aku. Apalagi ketika mendengar ia dirawat disini cukup membuatku syok.

          Akhirnya aku menemukan kamar yang ku cari, White Roses number 721. Aku mengetuk pintu kamar tersebut. “Who’s there?” tanya sebuah suara dari dalam. “It’s me. Would you mind if I come in?” jawabku gugup. “Sakura? Is it you? Of course you can come in” jawab asal suara dari dalam.

          Aku langsung membuka pintu dan masuk. “Kate, what happen about your eyes?” tanyaku langsung ketika melihat Kak Kate. “Beberapa waktu lalu, aku bertengkar hebat dengan Suzane. Dan inilah yang ku dapatkan. And now, I don’t have anything again. Aku kehilangan segalanya.” Ceritanya dengan lemas.

          “No, you have me. You always have me forever. I’ll be side you, Kate.” Aku memeluk Kak Kate. “I’m sorry, Sakura. I had so much mistake. Forgive me, please. I’ll do anything if you want forgive me.” Tangis Kak Kate ketika memelukku. “Don’t cry, Kate! I was forgive you. You’re my sister. So, I’ll always forgive you. So, don’t crying again! I won’t see you sad!” jawabku dengan lembut.

          Kak Kate yang perlahan mulai tenang, kini mulai melepaskan pelukanku. “Sakura, I wanna say something to you…” ucapnya dengan wajah tertunduk. “Ya? What is that?” tanyaku penasaran.

          “Sebenarnya yang bukan anak kandung Mom dan Dad itu aku. Aku menemukan beberapa surat-surat yang menyatakan bahwa aku itu sebenarnya adalah anak adopsi dari sahabat Daddy. Orang tua kandung aku telah meninggal dunia. Namun aku tak tahu apa penyebabnya. Aku juga akan menyerah soal Brian. Mungkin Tuhan telah siapkan jodohku diluar sana.” Cerita Kak Kate yang semakin membuatku merasa bersalah.

          “I’m sorry to hear that. Tapi Kak, cinta kakak tulus ke Brian. Brian hanya butuh sedikit waktu untuk dapat mencintai kakak setulus kakak mencintainya. Sakura takkan mungkin memilih Brian kak. Sakura hanya mencintai Nicky, ya walau Sakura tahu kalau Nicky telah pergi tuk selama-lamanya. Namun Sakura yakin cinta Nicky akan selalu hidup dan tumbuh subur dihati Sakura. Cinta Nicky takkan pernah mati buat Sakura, Sakura percaya itu. Nicky adalah cinta pertama dan sekaligus cinta terakhir Sakura, Kak. Sakura pasti akan mendukung kakak agar dapat bersama Brian. Sakura janji, Sakura akan membantu kakak untuk mendapatkan cinta tulus dari Brian. I swear!” janjiku pada Kak Kate.

          “Thank you so much, Sakura…” Kak Kate memelukku dengan erat. “My pleasure” jawabku seraya tersenyum lembut. Kak Kate melepas pelukannya dariku.

          “By the way, tadi kakak bilang, kakak telah bertengkar hebat dengan Suzane. Bagaimana keadaan Suzane kak?” tanyaku kembali penasaran.

          “Kami telah saling memaafkan kok. Sepertinya dia mengalami luka dalam. Karena luka luarnya hanya lebam sedikit saja, namun Brian mengatakan Suzane membutuhkan pendonor.” Jawab Kak Kate sambil mengingat-ingat. “Hal apa yang kalian bahas hingga saling melukai seperti itu?” tanyaku makin penasaran. Namun rasanya aku ingin sekali melihat keadaan Suzane secara langsung.

          “Sudahlah hal itu tak perlu dibahas kembali. Sakura, ternyata melihat dengan sebelah mata itu tidak enak ya?” ucap Kak Kate mengalihkan pembicaraan. “Asal kita ikhlas menjalaninya, takkan ada yang berat kok.” Jawabku pasti.

          Tak terasa hari mulai gelap. “Maaf kak, aku tak bisa terus-menerus disini. Aku harus pulang. Tapi Sakura janji, besok Sakura akan datang lagi” aku berpamitan pada Kak Kate seraya mengambil tas tanganku. “Maaf, telah merepotkanmu Sakura” jawabnya tersenyum kecil. “It’s okay, Kate” jawabku sambil langsung keluar.










#PART  OF  EDWARD#
          Aku melihat jam tanganku, ternyata telah menunjukkan pukul 08.00 malam. Namun hingga kini aku tak menemukan dimana Sakura berada. Tak ada seorang pun teman-temannya yang mengetahui keberadaan Sakura. Hari ini dia tidak kemotherapi bahkan ia tak masuk kuliah. Ponselnya pun tidak aktif.

          “Argh! Harusnya tadi pagi aku tidak ikut emosional! Tapi apa gunanya aku baru memikirkannya sekarang! Kau benar-benar seorang kakak yang payah Edward!” sesalku.

          Aku berusaha mengatur nafasku perlahan. “Sekarang aku harus gimana? Aku harus kemana lagi? Kalau aku pulang sekarang tanpa membawa Sakura, bagaimana ekspresi Mom dan Dad? You’re a stupid brother, Edward!” aku semakin kebingungan.

          Aku pun memutuskan untuk kembali ke rumah, aku memang harus bertanggung jawab atas kesalahan yang telah aku perbuat. Perasaanku tak karuan. Aku memikirkan keadaan Sakura, memikirkan apakah yang harus kukatakan pada Mom dan Dad, memikirkan bagaimana ekspresi mereka nanti. “Oh God, please help me…” resahku dalam hati.








*Sesampainya dirumah*
          Aku mematikan mesin mobilku. Namun, aku masih bingung apa yang harus ku katakana nanti. Sebenarnya aku tak ingin membuat mereka khawatir. Namun, aku sendiri pun bingung kemana lagi aku harus mencari Sakura. Aku telah mengunjungi semua tempat-tempat yang memungkinkan ia untuk ke sana, namun hasilnya sia-sia. Aku tak menjumpai Sakura ditempat-tempat itu. Dengan terpaksa aku melangkahkan kaki yang langkahnya begitu terasa beratnya. Aku berjalan menuju pintu masuk rumah dengan hati yang sangat gusar.

          “Edward? Darimana saja kamu? Tega sekali kamu membiarkan Sakura pulang sendirian” ucap Mom yang tiba-tiba mengagetkanku. “Sakura? Sakura sudah pulang, Mom?” tanyaku balik dengan nada terkejut.

          “Tentu saja. Kalau tidak, Mom pasti akan memarahimu lebih dari ini.” Jawab Mom dengan ekspresi wajah agak kebingungan. “Okay, thanks Mom” aku memeluk Mom sebentar dan langsung menuju kamar Sakura.










#PART  OF  SAKURA#
          Aku mendengar suara mesin mobil masuk ke dalam gudang, jangan-jangan itu Kak Edward. Aku harus beralasan apa nantinya? Aduh, bagaimana ini? Haruskah aku jujur bahwa aku sedang mencari Kate. Namun apabila aku jujur, dia pasti akan memarahiku dan menyuruhku untuk menjauh dan tidak lagi berhubungan dengan Kate.

          Aku terus mondar-mandir tak karuan. Tiba-tiba aku dikejutkan dengan suara ketukan pintu. “Sakura, open the door now!” perintah sebuah suara dibalik pintu dan aku yakin itu Kak Edward. “Sakura!” ucapnya lagi membuyarkan lamunanku.

          “Okay okay.. Wait a minute” jawabku sambil membuka beberapa buku kuliahku dan menatanya diatas meja belajarku. Kemudian aku membuka pintu kamarku.

          “Ya?” tanyaku seolah-olah tidak tahu apa-apa. “Kau darimana tadi? Mengapa kamu tidak kemotherapi? Dan kenapa kamu bolos kuliah? Kau telah berjanji pada Dad untuk tidak bolos kuliah, kalau Dad sampai tahu masalah ini, kau tahu sendiri akibatnya” ucap Kak Edward dengan nada kesal.

          “Salah sendiri tidak mencariku dirumah. Kau pikir aku mau menghabiskan uangku untuk hal yang gak berguna? Lagi pula baru kali ini aku bolos kuliah setelah sakit” jawabku dengan sewot. “Hey! Kau tahu seberapa khawatirnya aku akan keadaanmu? Kau bilang kemotherapi itu hal yang gak berguna? Terserah, kalau kamu memang ingin mati untuk mengejar kekasih hatimu itu. Ingat pendidikan nomor satu, Sakura! Kau ingin mati hanya untuk mengejar Nicky yang telah mati dengan sia-sia!” ucap Kak Edward seolah mengejek.

          “Kenapa jadi bawa-bawa Nicky sih kak?! Emang salahnya Nicky ke kakak itu apa?! Iya, dari awal Sakura memang ingin meninggal! Sakura gak betah hidup didunia! Sakura ingin bersama Nicky yang memang pasti akan membahagiakan Sakura! Sakura kecewa sama kakak! I HATE YOU, EDWARD!!” aku langsung membanting pintu. Aku terduduk bersender di pintu kamarku. Tak terasa air mataku menetes perlahan karena menahan kekecewaan yang ada pada diriku. Baru kali ini Kak Edward membuatku kesal. Baru kali ini Kak Edward membuatku kecewa. Dan ini pertama kalinya ia membentakku dengan keras.

          “Up to you. Selama ini yang ku lakukan padamu ternyata hanya berbuah kesia-siaan!” bentak Kak Edward. “Akan Sakura pegang kata-kata itu. Jangan pernah bantu Sakura lagi! Anggap aja kalau sebenarnya Sakura telah mati!!” aku tak kalah membentak. Aku sudah terlanjur sangat kecewa pada Kak Edward. Tak ada jawaban darinya, yang terdengar hanyalah suara langkah kaki menjauh.

          “Edward, what happen? What are you doing?” terdengar suara Mom. Namun aku tak mendengar Kak Edward mengucapkan sepatah kata pun. Terdengar suara langkah kaki mendekat.

          “Dear, what happen? Open the door, please” pinta Mom dengan lembut namun masih disertai dengan nada khawatir. Aku membuka pintu dan membiarkan Mom masuk ke dalam kamarku.

          Aku duduk di pinggir tempat tidurku. “What happen, my dear? Why you crying?” tanya Mom sambil membelai rambutku dengan lembut. “I hate Edward, now! I hate him so much!” jawabku memeluk Mom.

          “Kenapa kamu membencinya, sayang? Apa yang telah ia lakukan padamu?” tanya Mom lagi sambil memelukku. “Dia menghina Nicky, Mom. Dan Sakura tidak bisa terima akan hal itu. Apa salah Nicky padanya, Mom? Edward memang telah berubah. I hate Edward, Mom!” jawabku seraya meneteskan air mata kekecewaan.

          “Yes, I know dear. Tapi bagaimana pun dia, Edward tetaplah kakakmu” Mom mencoba memberikan pengertian padaku. “No, Mom. He’s not my brother again! I haven’t a brother! Leave me alone, Mom. Please..” pintaku. Mom menghela nafas panjang. “Okay. Jangan siksa dirimu sayang” Mom menutup pintu kamarku. Terdengar suara langkah kaki menjauh.

          I will show you, I can do anything without you. You’re not my everything, Edward! Nicky is my everything! I’ll show it! I swear!

~To Be Continue~









#Lanjut next time ya ^-^
#Thank you so much for reading my story (^-^)
#I’m sorry if my story make you feel boring (^-^)v