Jumat, 26 Oktober 2012

Don't Love Me, Please! (13)



                                 *DON'T LOVE ME, PLEASE! (13)*




 


          Aku membuka mataku. Apakah aku masih tertolong hingga aku masih bisa membuka mataku melihat dunia? Aku berusaha beranjak dari tempat tidur. Aku pun keluar dari ruanganku.

          Diluar aku melihat Mom menangis terisak. Sungguh ketika aku melihat Mom menangis seperti itu membuat hatiku sakit. Dad dan Kak Edward terlihat lemas. Bahkan Kak Edward beberapa kali memukul-pukulkan tangannya ke dinding dengan kuat hingga tangannya terlihat berdarah. Brian dan Mark terlihat sangat sedih. Brian beberapa kali menutup wajahnya dengan tangannya, sedangkan Mark hanya tertunduk lesu.

          Ada apa dengan mereka? Apa mereka tidak melihatku disini? Aku ada disini. Aku masih selamat. Aku berdiri dihadapan mereka. Tiba-tiba Kian menoleh ke arahku dengan terkejut. “Maaf, aku mau ke toilet sebentar” ucap Kian seraya berdiri.

          Kian berjalan kearahku. “Follow me” ucap Kian saat melewatiku. Apa maksud ucapan Kian? Mengapa Kian tidak memberitahukan pada yang lainnya bahwa aku disini? Aku terus bertanya sambil mengikuti langkah Kian.

          Kian membawaku ke sebuah ruangan yang kosong. Kian menyalakan lampu ruangan tersebut.

          “Huft! Bagaimana caranya aku mengatakannya?” kata Kian dengan nada yang pelan. Aku masih berdiri diam.

          “Oke, sebenarnya hanya aku yang bisa melihatmu…” Kian akhirnya memulai percakapan. “Why?!” tanyaku terkejut.

          “Karena sebenarnya roh mu ini sudah tepisah dari tubuhmu. Sekarang tubuhmu masih diruangan ICU tadi, dan sebenarnya kamu masih dalam keadaan koma. Kamu kehilangan sangat banyak darah. Maaf, aku ‘tak bisa menyumbangkan darahku karena golongan darah kita berbeda. Jadi, Daddy, Brian dan Edward yang menyumbangkan darahnya untukmu.” cerita Kian pangajang lebar.

          “Apa?!” aku sangat terkejut mendengar cerita Kian. “Jadi, aku masih dalam keadaan koma dan aku terpisah dari tubuhku?!” tanyaku sekali lagi.

          “Iya, benar. Mengapa kamu nekat melakukan hal itu? Untung saja pada saat itu mereka mendengar suara kebisingan dariku dan suara piring yang pecah saat kau jatuhkan” tiba-tiba Nicky datang.

          “Nicky?! Syukurlah aku masih bisa melihatmu lagi… Aku sangat merindukanmu, Nick…” aku langsung memeluk Nicky. Aku tau ini hanya roh dari Nicky. Tapi, Aku tidak perduli akan hal itu. Yang aku perdulikan hanyalah dapat melihat dan memeluk Nicky kembali. Aku sungguh bahagia dan bersyukur masih dapat melihatnya. Aku tidaklah lagi menyesal karena tindakanku yang bunuh diri itu, karena setelah kejadian tersebut kini aku dapat bertemu Nicky kembali.

          “Kamu sungguh sangat nekat, Sakura! Kau tau betapa sakitnya aku ketika melihatmu melakukan hal itu apalagi didepan mataku?! Jangan lakukan hal itu lagi!” Nicky memelukku erat. Pelukan Nicky tetap terasa hangat ditubuhku. Aku sungguh sangat merindukan dirinya, senyumannya, suaranya, kehangatan pelukannya, dan semua yang ada pada dirinya.

          “Sudahlah, Nick. Nasi sudah menjadi bubur, tidak mungkin dapat kembali menjadi beras. Lagipula aku yakin kok kalau kamu juga rindu memeluknya” ucap Kian.

          Wajah Nicky terlihat memerah, mungkinkah Nicky juga merasakan hal yang sama denganku? Selama ini aku belum pasti tau tentang perasaaan Nicky yang sebenarnya padaku. Nicky ‘tak pernah sekali pun mengatakan padaku hal yang sebenarnya.

          “Uh… Kian! Kau mengganggu saja” ucap Nicky agak kesal. “Hahaha… Oke oke. Aku akan membiarkan kalian berdua saja. Aku juga ingin melihat kondisi tubuhmu. Aku takut kamu tidak akan bisa kembali tubuhmu seperti sedia kala untuk selamanya” ucap Kian seraya pergi.

          “Sakura, I miss you so much…” Nicky memelukku erat. Aku tau lebih tepatnya aku harus menyebutnya roh Nicky. Tapi, aku tak perduli lagi akan hal itu

          “Why you miss me?” tanyaku memancing Nicky. Nicky melepas pelukannya dan kemudian terlihat salah tingkah. “Why?” tanyaku lagi.

          “Why you ask it?” tanya Nicky dengan masih terlihat salah tingkah. “Aku hanya ingin tau…” jawabku singkat.

          “Apakah kamu tidak bisa membaca sendiri bagaimana sifatku selama ini padamu? Dan bukankah kau telah membaca surat dan buku diary milikku? Kau masih tidak mengetahuinya?” Nicky terduduk lemas. Aku masih memperhatikannya dan menunggu sebuah kata indah nan romantic keluar langsung dari bibirnya.

          “Aku hanya ingin mendengarnya langsung dari bibirmu. Aku ingin melihat kau mengucapkannya” jawabku. Nicky terkejut mendengar jawaban dariku dan kembali terlihat salah tingkah.

          “Tapi, percuma saja aku mengatakannya. Karena kamu masih memiliki kemungkinan untuk hidup, jadi mana mungkin aku yang sudah meninggal ini dengan kamu yang masih hidup didunia” jawab Nicky. Nicky menarik rambutnya keatas dan kebawah karena begitu terlihat kecewanya dia.

          Tiba-tiba Kian datang ketika aku sedang ingin mengatakan sesuatu lagi pada Nicky. “Yang ku khawatirkan telah datang. Sakura kau harus memiliki semangat untuk hidup kembali. Nyawa mu teracam!” Ucap Kian to the point.

          Nicky yang sangat kaget, langsung menarik lenganku dengan lembut dan berlari menuju ruangan ICU kamar tempat tubuhku terbaring.







*Diluar ruangan ICU*
          Aku dan Nicky telah berada di depan ruang ICU bersama Kian. Ku lihat Mom menangisiku didekapan Dad. Aku juga melihat Kak Edward yang berjalan bolak-balik berkali-kali yang mengisaratkan dirinya sedang tidak tenang. Bryan dan Mark pun tertunduk lemas di kursi panjang yang diletakkan didepan ruang ICU.

          “Berjuanglah Sakura untuk mengembalikan semangat hidupmu. Kau tak mungkin membiarkan mereka semua semakin bersedih kan?” bisik Kian saat melewatiku ketika ia berjalan kearah Mark dan Bryan.

          “Sakura, ku mohon demi aku. Kau harus selamat. Kau tak ingin membuatku sedih kan? Kau harus hidup demi aku… Tolong…” Nicky menggenggam kedua tanganku. “Baiklah” ucapku.

          Aku masuk ke dalam ruangan ICU. Ku lihat para perawat dan dokter sibuk mengurusi tubuhku. Tubuhku dipenuhi dengan selang-selang yang dihubungkan dengan alat-alat kedokteran.

          Luka dilenganku telah ditutupi oleh perban. Aku baru ingat bahwa aku telah merobek lenganku. Ternyata luka robek itu tidak nampak pada roh ku. Pantas saja aku melupakannya.

          Sekarang, bagaimanakah cara agar aku dapat menyelamatkan nyawaku? Apa yang harus ku lakukan? Aku harus bagaimana?

          Akhirnya aku mencoba untuk dapat masuk kembali ke dalam tubuhku. Tapi, jika aku masuk aku harus rela untuk tidak dapat melihat Nicky kembali. Namun aku pun juga harus menyelamatkan nyawaku sesuai janjiku pada Nicky.

          Aku mencoba tidur di ranjangku. Ku tutup mataku dan seraya berdoa.

          ‘Tit… Tit… Tit…’ suara alat pendeteksi denyut jantungku memberitahukan bahwa nyawaku selamat. Kemudian aku langsung membuka mataku dan berusaha beranjak dari tempat tidurku.

          Namun, ternyata tubuhku masih menolak roh ku untuk dapat kembali. Dokter pun keluar dari ruanganku. Aku mengikuti dokter itu.

          “Bagaimana keadaan putri saya, Dok? Dia selamat, iya ‘kan? Dia baik-baik saja kan? Dia telah sadar kan?” Mom langsung mendatangi Dokter tersebut dan memberikan pertanyaan bertumpuk.

          “Nyawa putri anda memang tertolong. Tapi, saya minta maaf. Putri anda belum dapat sadar kembali. Permisi” Ucap Dokter tersebut seraya pergi bersama perawat-perawat yang satu-persatu keluar dari ruanganku.

          Kian menatapku, ku yakin Kian tau jawabannya. Mom kembali menangis dipelukan Dad. Nicky pun membawaku pergi. Namun, Kian mengikuti kami dari belakang.

          Kami kembali masuk diruangan kosong yang sama seperti sebelumnya. “Sakura, kamu harus bisa menemukan cara agar dapat kembali ke tubuhmu” Kian membuka pembicaraan dengan to the point.

          “Mengapa aku harus sesegera itu?” tanyaku ke Kian. “Karena kamu bisa terperangkap dalam tempat ini” jawab Nicky tertunduk.

          “Yup, benar apa yang telah diucapkan Nicky tadi. Kau harus dapat meninggal secara wajar, bukan dengan cara yang tragis seperti ini.” Jawab Kian melanjutkan ucapan Nicky.

          “Lalu, aku harus bagaimana? Apa yang harus ku lakukan?” tanyaku lagi dengan nada yang resah.

          “Entahlah. Nicky, apa kau bisa menjawabnya?” Kian balik melempar pertanyaan dariku kepada Nicky yang tertunduk diam.

          “Tidak, aku juga samasekali tidak tau bagaimana caranya. Karena aku pernah beberapa kali melakukannya dan berusaha kembali ke tubuhku sebelum aku benar-benar meninggal. Namun, semua usahaku itu berakhir sia-sia. Aku menemui jalan buntu.” Jawab Nicky dengan masih tertunduk.

          “Are you so sad, Nicky? I won’t see you sad” aku mendatangi Nicky. “I’m just scared now. Aku mengkhawatirkan dirimu, Sakura. Mengkhawatirkan keadaanmu, nasibmu, dan apa yang akan terjadi pada dirimu” Nicky menatap mataku.

          “Thanks, Nicky. But, don’t be sad. I can cry if I see you sad again. I know you won’t see me crying. So, don’t be sad Nick. Please…” aku menyentuh pipi Nicky perlahan. “Okay Okay, I will” ucap Nicky seraya menyingkirkan tanganku dari wajahnya dengan lembut.

          Nicky pergi meninggalkan aku bersama Kian. “Dia pasti sedang dilema” ucap Kian beberapa menit setelah Nicky pergi meninggalkan kami berdua.

          “Dilema? What do you mean, Kian? I can’t understand” tanyaku mendekati Kian.

          “He never told you? ” tanya Kian balik dengan wajah keheranan. “Told about what?” tanyaku berbalik kembali. “About his feel for you…” jawab Kian dengan ekspresi wajah masih keheranan.

          “Never… Nicky, never told me about it.” Ucapku pada Kian. Aku terdiam lesu dan tertunduk. “Oh My God! Lelaki macam apa sih Nicky itu? Ketika kamu dekat sama cowok lain aja dia baru marah-marah nggak jelas karena kecemburuan dia. Sakura, jangan bilang kau tak tau bahwa Nicky memiliki perasaan padamu?” Kian kembali bertanya sambil mendekat ke arahku.

          “I know. Tapi, aku hanya ingin mendengar langsung dari dirinya. Bukan lewat surat atau diary dari dia. Tapi, aku ingin mendengar dan melihat langsung dari dirinya. Kau tau kan, Kian? Semua wanita pasti menginginkan cara itu, bukan hanya sekedar lewat tulisan dan kata-kata yang penuh dengan keromantisan” jawabku dengan masih tertunduk.

          “Okay, I know. Tapi, tetap percyalah bahwa ia akan mengatakannya padamu Sakura. Namun, bila kamu izinkan. Aku akan berbicara langsung pada Nicky agar mengutarakan perasaannya padamu dihadapanmu secara langsung” ucap Kian berusaha membantuku.

          “Tidak, Kian. Terima kasih. Tapi, aku tak ingin menjadi memaksanya. Aku tak mau membuat dirinya menjadi terpaksa mengutarakannya. Aku ingin semua ini terjadi karena kemauan Nicky yang tulus dari hatinya bukan karena permintaan siapa pun. Aku kan berusaha bersabar menunggunya. Walau pun harus di alam baka nanti aku dapat mendengarnya secara langsung dari dirinya.” jawabku menolak bantuan Kian secara lembut.

          “Ok, baiklah. Lalu sekarang apa yang akan kau lakukan?” tanya Kian menatapku. “Entahlah, aku juga tidak tau. Maybe I just waiting a miracle comes to me” jawabku sambil melihat keluar jendela menatap langit biru yang indah.

          “Ok. But if you need me, you can call me” ucap Kian berbalik ingin pergi. “Thanks” jawabku singkat. Kian pun pergi meninggalkan aku seorang diri.

          Aku masih sedang menatap langit biru yang cerah. Burung-burung berkicau dengan nada-nada yang terdengar indah. Tuhan, hari ini rasanya diriku lebih tenang dari hari-hari sebelumnya.

          Disaat aku sedang menikmati keindahan alam lewat jendela, tiba-tiba aku melihat sesosok yang ku rasa dia adalah Kak Kate. Dan ternyata aku benar, itu memang Kak Kate. Namun, kira-kira apa yang sedang direncanakan olehnya lagi ya? Feeling ku merasakan ada keganjalan dengan kedatangan Kak Kate. Apalagi jam segini pasti ruanganku sedang sepi karena ditinggal mereka untuk makan siang. Aku pun langsung beranjak pergi menuju ruangan ICU tempatku dirawat inap.








*Didepan ruangan ICU*
          Ternyata kali ini feeling ku benar lagi. Kak Kate datang ke ruangan ICU tempatku di rawat inap. Dan suasana sangatlah sepi, tak ada yang menjaga tubuhku maupun perawat-perawat yang biasanya mengecek keadaan tubuhku.
Ku lihat Kak Kate tersenyum licik dan langsung masuk ke kamarku. “Ya, Tuhan. Kali ini apalagi?” ucapku seraya ikut masuk ke dalam kamarku.








*Didalam ICU*
          Kak Kate berdiri tepat disamping sebelah kanan tubuhku yang begitu banyak terdapat alat-alat kesehatan yang dihubungkan dengan tubuhku. Aku pun memilih untuk berdiri disebelah kiri tubuhku.

          “Hahaha… Tanpa perlu capek-capek lagi aku mengotori tanganku dengan menyentuh tubuhmu, kini aku dapat membunuhmu dengan seketika tanpa harus menyentuh kulitmu yang menjijikan itu…” Kak Kate kembali tersenyum sinis. Sebenarnya, tanpa diucapkan olehnya sekalipun lewat sorot matanya yang tajam namun penuh kedendaman aku telah tau bahwa Kak Kate memang ingin membunuh diriku.

          Aku tidak terlalu terkejut dengan ucapan Kak Kate. Aku selalu merasakan hal ini dari dulu. Kak Kate memang tidak pernah menyukai diriku, bahkan selalu saja menganggapku sebagai sebuah sampah. Kak Kate memang tidak pernah sekalipun memuji diriku, karena Kak Kate selalu saja mencaci maki aku bahkan menghina aku semenjak kecil.

          “Kau telah merebut semua yang harusnya menjadi milikku. Andaikan saja kau tidak terlahir didunia ini, pasti semuanya akan baik-baik saja dan menyenangkan. Kau parasit, Sakura. I hate you so much!” Kak Kate mengeluarkan sebuah gunting dari dalam tasnya.

          Apa yang akan Kak Kate lakukan padaku? Tiba-tiba seseorang datang menepuk pundakku. Aku pun langsung menoleh ke belakang.

          Ternyata Nicky yang datang. “Mengapa kamu membiarkannya melakukan hal itu semua? Kenapa kau tak mencegahnya?” tanya Nicky.

          “Tujuanku hanya satu, Nick. Aku ingin melihat Kak Kate tersenyum bahagia.” Jawabku. “Dasar kau ini!” Nicky mulai mendekati Kak Kate dan memperhatikan setiap gerak-gerik Kak Kate.

          Kak Kate mulai menggunting hingga memutuskan semua selang yang terhubung dengan tubuhku. “Kalau hanya begini saja, kau tak akan cepat mati. Kau harus mati, Sakura!!” Kak Kate meraih lengan kiriku yang telah ditutup perban karena luka yang ku goreskan.

          Kak Kate membuka perbanku, dan mengambil guntingnya kembali. “Kau harus mati, Sakura!!!” ucap Kak Kate lagi. Kak Kate pun mulai mengarahkan guntingnya pada lenganku yang lukanya telah ditutup oleh para dokter yang menanganiku.

          Nicky mulai ingin mencegah Kak Kate, “Nicky!!” teriakku. Sontak saja Nicky langsung terdiam dan menoleh kearah ku. “Why?” tanya Nicky. “Don’t!!” ucapku.

          Ketika Kak Kate mulai menyentuhkan guntingnya dilenganku yang terluka dan mulai merobeknya kembali, tiba-tiba rohku merasakan hal sama pada lengan kiriku. Aku merasakan sakit yang luar biasa pada lengan kiriku.

          “Nicky!!” teriak ku memanggil nama Nicky. Nicky pun langsung menoleh kearah ku yang terduduk memegang lengan kiriku yang terasa sangat sakit.

          Nicky yang melihatku terduduk kesakitan, langsung saja berlari mendatangiku. Ku lihat darah juga sudah mulai mengalir kembali di tubuh lengan kiriku.

          “Nicky, sakit… Help me, please! Ini sangat sakit, Nick” ucapku menahan rasa sakit. “Tenanglah, Sakura. Aku akan menolongmu.” Jawab Nicky kebingungan.

          Tuhan, mungkinkah ini akhir dari hidupku yang sesungguhnya? (^-^)







#Lanjutnext time ya ^-^
#Thank you so much for reading my story (^-^)
#I’m sorry if my story make you feel boring (^-^)v

Selasa, 16 Oktober 2012

Don't Love Me, Please! (12)



                         *DON’T LOVE ME, PLEASE! (12)*







          Aku dan Kak Edward terdiam cukup lama. “Oh, Mommy tau. Ini pasti karena kamu lama tidak perawatan di salon” ucap Mom tiba-tiba dengan pastinya.

          “Umm.. May be…” aku sedikit mengkerutkan dahiku ke atas.

          “Oke, besok kamu ikut Mommy ke salon ya?! Sayang banget rambutmu yang indah jadi rontok” ucap Mom lagi. Aku hanya mengangguk secara lambat.

          “Syukurlah… Thanks, God” aku bersyukur didalam hati. Kini aku sedikit lebih lega. Untunglah Mom itu maniak fashion, jadi pikirannya nggak jauh-jauh deh dari perawatan tubuh maupun fashion mode-mode dunia.

          Kak Edward menarik tanganku lembut dan agak menjauhi Mom dan Dad. “Sakura, cepat atau lambat Mom dan Dad akan tau sendiri kebenaran yang sesungguhnya.” Kak Edward berbisik padaku.

          “I know…” jawabku pelan. Kak Edward pun hanya menghela nafas panjang dengan ekspresi wajah yang masih terlihat resah.









*Esok paginya*
          “Come on, dear” Mom memintaku untuk segera masuk ke dalam mobil. Aku pun masuk ke dalam mobil mengikuti perintah Mom.

          Namun aku melihat Suzane menatapku dengan tatapan tajam. Aku juga melihat Kak Kate bersamanya yang juga menatapku dengan sinisnya seolah-olah ada nafsu ingin membunuh diriku dari sorotan matanya tersebut.

          “No, I must positive thinking. Remember Sakura, she’s your sister!” ucapku dalam hati. Aku pun menutup pintu mobilku ketika telah masuk ke dalam mobil.

          Ku lihat Kak Kate mendatangi Mom yang masih ada didepan mobil. Entah apa yang mereka bicarakan, namun ku lihat Kak Kate beberapa kali menunjuk kearahku. Dan sepertinya Mom dan Kak Kate sama-sama sedang emosi.

          Dan tiba-tiba ‘Plakk!!’ sebuah tamparan keras terjadi yang kulihat dengan jelas dan ku dengar walau sedikit samar-samar. Mom melayangkan tangannya tepat di pipi Kak Kate yang mulus itu. Ku lihat ekspresi mereka masih menunjukkan amarah yang meluap-luap.

          Kak Kate menatap kearahku yang duduk didalam mobil dengan tatapan seolah-olah ia menyimpan dendam kepadaku, kemudian Kak Kate berlari sambil tetap memegang pipinya yang memerah akibat tamparan keras dari Mom.

          Kulihat Mom hanya menghela nafas dan masuk ke mobil. “Mom, what happen?” tanyaku ketika Mom masuk ke mobil dan menutup pintunya. “Nothing, dear. Just a little problem” Mom tersenyum padaku seraya memasang sabuk pengamannya. “Okay…” aku berusaha mempercayai Mom.

          Jujur, ini adalah pertama kalinya aku melihat Mom marah dan menampar seseorang. Yang aku tau Mom adalah wanita yang sangat ramah dan sangat penyabar. Aku tidak mengerti apa yang membuat Mom bisa berubah seperti itu. “Mom, I know you saying a lie to me…” ucapku dalam hati.









*Diperjalanan*
          “Mom?” ucapku disela-sela kebisuan. “Yes, dear?” Mom menjawab sapaanku.

          “Selepas pulang nanti, bisakah kita ke makam Nicky sebentar? Sakura kangen Nicky, Mom. Sudah 1 minggu juga Sakura tidak ke makam Nicky. Boleh ya, Mom? Please…” aku memohon pada Mom.

          “Why not?” Mom tersenyum. “Thank you so much, Mom” aku memeluk Mom sesaat. “Everything for you” Mom tersenyum kembali.










*Dimakam Nicky*
          “Mom?” tubuhku bergetar menggandeng lengan Mom. “Jangan sedih, sayang. Mom akan selalu disampingmu. Nicky pun pasti sekarang juga sedang melihatmu. Keep strong, dear!” Mom berusaha menyemangatiku.

          Mom hanya menunggu di parkiran. Aku  melangkahkan kakiku menuju makam Nicky yang berada disebuah pohon sakura. Kata Kak Edward, itu adalah permintaan Nicky sendiri sebelumnya untuk dimakamkan dibawah pohon sakura.

          Aku duduk disamping makam Nicky. Seraya menaburkan bunga melati kesukaan Nicky diatas makamnya. Aku menghela nafas panjang. Jantungku berdebar dengan keras, tenggorokanku tercekat, mirip ketika sedang marah. Tapi ini berbeda, ini adalah kesedihan yang terasa amat menyakitkan dan dalam.

          “Nicky, bagaimana kabarmu disana? Adakah disana kau rindu padaku meski kita kini ada didunia berbeda? Biarlah ku simpan sampai nanti aku akan ada disana. Tenanglah dirimu dalam kedamaian. Ingatlah cintaku, kau tak terlihat lagi namun percayalah cintaku abadi. Kau tau Nicky, aku merasa seperti aku sangat membutuhkanmu selalu ada bersamaku.” Aku tak bisa menahan tangisanku. Air mataku jatuh dengan derasnya.

          “I’ll be your side, darling…” tiba-tiba ada suara lembut terdengar dan pada saat bersamaan anginpun berhembus kencang nan lembut membelai rambutku. Aku yang tadinya mengikat rambut, kini rambutku terurai karena ikat rambutku jatuh terkena hembusan angin.

          “Who are you?” aku menoleh ke kanan dan ke kiri namun tak ku temukan sesosok pun yang ada disini. “I always live in your heart…” suara itu datang lagi dan kini masih disertai hembusan angin.

          “Ya Tuhan, apa ini hanya halusinasiku saja?” gumamku dalam hati. Aku pun bergegas meninggalkan makam Nicky dan menuju tempat parkiran mobil.









*Didalam mobil*
          “Sudah selesai?” Mom bertanya padaku ketika aku menutup pintu mobil dengan terburu-buru. Aku hanya mengangguk menjawab pertanyaan dari Mom. Mom yang melihatku mengangguk langsung menyalakan mesin mobil lalu mengemudikannya kembali ke Rumah Sakit.









*1 Minggu berlalu*
          Aku masih mendengar suara-suara aneh yang mengucapkan kata-kata romantis namun masih disertai hembusan angin yang kencang nan lembut.

          Aku pun memberanikan diri untuk menceritakannya pada Kak Edward. Aku menghela nafas panjang dulu sebelum berani membuka mulutku. “Kak?” ucapku.

          Kak Edward yang sedang membaca sebuah novel pun langsung menoleh kearahku. “Ya?” tanya Kak Edward.

          “Kak, apakah aku telah mengalami gangguan secara psikologis? Akhir-akhir ini semenjak Sakura pulang dari makam Nicky minggu lalu, Sakura selalu mendengar suara-suara aneh namun suara itu terdengar ketika angin berhembus tiba-tiba.” ceritaku pada Kak Edward. Kak Edward yang mendengarkan ceritaku pun terlihat kebingungan.

          “Kak, Sakura gak mau terus-terusan berhalusinasi seperti ini. Kak, tolong bawa Sakura ke psikiater kak” pintaku.  Kak Edward terkejut mendengar permintaanku. “Sakura, are you sure?” tanya Kak Edward.

          “Yes, I sure!” jawabku yakin. “Kau yakin? Mom pasti bertanya heran dan Kate bakal menceritakanmu yang bukan-bukan karena ia tak tau yang sebenarnya…” tanya Kak Edward sekali lagi. “Aku tak perduli apa kata orang, Kak. Please Kak… Sakura mohon… Sakura begitu tersiksa dengan suara-suara itu Kak… Please…” aku berusaha membujuk Kak Edward. Kak Edward menghela nafas panjang. “Ok” jawabnya pasrah. “Thanks Kak” ucapku.









*Esok harinya*
          “Hmm… Menurut hasil seluruh pemeriksaan, anda baik-baik saja. Anda tidak mengalami gangguan kejiwaan atau apa pun. Anda 100% sehat.” Ucap Dokter Gunawan. Dokter Gunawan kebetulan adalah ayah dari salah satu sahabat karib Kak Edward.

          “Enggak, Dok. Nggak mungkin. Saya akhir-akhir ini sering sekali mendengar suara-suara aneh.” Ucapku memastikan.

          “Tapi menurut hasil pemeriksaan kami, anda sangat sehat dan tidak mengalami gangguan kejiwaan sedikit pun” Dokter Gunawan memberikan sebuah amplop berisi hasil pemeriksaanku.

          “Baiklah. Terimakasih, Dok” Kak Edward menarikku pergi dengan lembut.

          “Aku masih belum percaya dengan semua ini…” bisikku pelan. Aku sangat heran dengan semua ini. Aku benar-benar mendengar suara-suara itu dengan jelas, namun di hasil pemeriksaan aku dinyatakan sangat sehat.

          Ketika aku keluar dari gedung psikiater, angin berhembus sepoi-sepoi. “It’s real, darling…” suara itu kembali terdengar diantara hembusan angin.

          “Kak, kakak mendengar suara tadi? Ucapan seseorang tadi, Kak…” aku menarik lengan Kak Edward. “Apa maksudmu, Sakura? Kakak ‘tak mendengar suara apa pun. Ini bukan waktunya bercanda, kita harus segera kembali ke tempat Rumah Sakit kau dirawat. Sebentar lagi kamu harus menjalani kemotherapi rutin.” Kak Edward berbalik menarik lenganku dengan lembut.

          “Tuhan, tadi aku benar-benar mendengarnya. Suara itu selalu muncul dan dengan disertai hembusan angin. Apa itu hanya halusinasiku saja, Tuhan?” gumamku dalam hati.









*Keesokan malamnya*
          “Hey! Gue punya sesuatu berita penting buat loe! Yang pastinya ini berita bahagia buat gue!” tiba-tiba Kak Kate datang. Aku yang sedang membaca novelku pun terkejut dengan kedatangannya.

          “Berita apa Kak?” tanyaku penasaran. “Jangan panggil gue “kakak”. Karena kamu memang bukan adik kandung gue! Loe itu Cuma anak pungut tau gak!” ucap Kak Kate membentakku.

          “Apa?!” aku terkejut dengan ucapan Kak Kate. Aku menjatuhkan novel yang sedang ku pegang. Aku pun langsung menutup mulutku dengan tangan kananku karena begitu terkejutnya.

“Emang loe gak sadar apa? Jarak umur kita itu sangat dekat. Dan gue tadi pagi gak sengaja nguping pembicaraan Mom dan Dad dengan seorang pria. Katanya dia membicarakan tentang salah satu anak perempuan disini, yah katanya sih itu paman dari nyokap asli dari anak itu. Tapi gue yakin yang dimaksud itu adalah loe, karena Mom berkata anak itu sangat baik sekali perilakunya. Dan elu sebagai anak emas, memang paling dibangga-banggakan. Sayangnya elu cuma anak pungut yaa… Miris banget sih hidup loe!” Kak Kate pergi seraya membanting pintu.

“Ternyata selama ini aku bukan anak kandung dari Mom dan Dad? Lalu aku anak siapa? Siapa orang tua kandungku yang sebenarnya? Siapa wanita yang sudah melahirkanku? Tuhan, tuntunlah diriku. Bantulah aku untuk dapat mengungkapkan ini semuanya Tuhan” aku menangis terisak.

“Tenang saja, honey. Don’t be sad, darling. I always be your side. I’m here now” suara itu tiba-tiba kembali terdengar.

Entah apa yang kupikirkan dan entah aku bisa menebak dari mana. Tapi aku merasakan Nicky sedang memelukku. Hangat tubuh dan wangi aroma tubuh Nicky ku rasakan.

“Nicky?! Nicky, kamu dimana? Nicky?!” aku memanggil nama Nicky dan seraya berharap suara itu benar asalnya dari Nicky.

“I’m here, darling. I’ll always in your mind and your heart. I’m not leaving. So, don’t be sad. I was beside you, darling” suara itu kembali terdengar. Suara itu begitu terdengar nyata.

“Oh Tuhan, mungkinkah ini nyata atau hanya halusinasiku saja? Benarkah itu suara dari Nicky? Jawaban dari suara Nicky?” gumamku dalam hati.

“It isn’t your dream, darling. I’m here, darling. Beside you…” ucap suara itu. Seolah-olah suara itu mengerti apa yang sedang ku pikirkan dan apa yang ku rasakan dalam hatiku.

Aku merasakan seolah-olah ada kekuatan yang mengalir pada diriku. Kini aku mulai merasakan ketegaran dalam hatiku. Aku merasakan sudah cukup lega dari sebelumnya. Entah apakah itu ada hubungannya dengan Nicky? Aku tidak perduli. Yang jelas, aku makin percaya bahwa Nicky akan tetap selalu bersamaku dan ‘tak akan mungkin meninggalkanku.

“Keep smile, darling. I love you so much…” suara itu mulai menghilang ketika angin pun mulai mereda. “I love you so much too, Nicky. I’ll remember it and I can’t forget you. You’re on my mind and you’re in my heart. And now, I believe you’ll never leave me alone…” ucapku dalam hati seraya tersenyum lembut ke arah angin yang berhembus makin pelan.









*Keesokan paginya*
          “Mom?! Dad?! I want to ask something for you… It’s very privacy…” ucapku disela-sela kedatangan mereka yang baru beberapa menit lalu.

          “Okey, dear. Tell us now.” Mom duduk di samping ranjangku. “Tolong jawab yang sejujur-jujurnya, Sakura ini anak kandung siapa yang sebenarnya?” tanyaku langsung to the point. Aku sangat penasaran tentang semua ini. Aku memasang ekspresi wajah tegar, walau sebenarnya hatiku sangat sakit sekali.

          Sontak saja Mom dan Dad langsung kaget ketika mendengar pertanyaanku. “Kamu bicara apa? Sakura Jane Airurando adalah anak kandung dari George Jonathan Airurando dan Stella Virgin Airurando. Kamu adalah anak kandung kami, sayang” ucap Mom mengelus rambutku.

          “Siapa yang sudah berani memfitnah kamu begitu? Tolong katakana pada Daddy!” Daddy memegang tangan kananku yang masih tertancap selang infus.

          Aku hanya terdiam. Aku tak berani menjawab pertanyaan Dad. Aku takut semuanya malah akan makin kacau. Suasana diruangan pun menjadi hening beberapa saat.

          “Tolong katakan kepada Daddy, siapa yang sudah mengatakan itu padamu?” ucap Dad sekali lagi dengan pertanyaan yang sama.

          Aku masih diam seribu bahasa. Aku menundukkan kepalaku. “Dear?” Mom mengelus rambutku dengan lembut. “Kak Kate” ucapku. Akhirnya aku mengeluarkan nama tersebut. Entah siapa yang benar dan siapa yang berbohong, aku tak tau apa-apa.

          “Kate?!” tanya Dad heran. “Dia lagi. Dad, Mom rasa Kate harus diberi pelajaran. Dia gak boleh melakukan hal ini terus-menerus pada Sakura.” Ucap Mom kepada Dad.
          Dad berpikir sejenak.

          “Oke, baiklah. Dad setuju dengan usul Mom.” Ucap Dad menyetujui apa yang diminta Mom tadi.

          “Enggak! Mom dan Dad gak boleh menyakiti Kak Kate. Bagaimapun dia dan seberapa kejam Kak Kate padaku, tapi dia tetap kakak Sakura dan dia tetap anak kalian” aku menarik lengan Mom dan Dad.

          Tiba-tiba Kak Kate datang. Mom dan Dad yang melihat kedatangan Kak Kate langsung sama-sama menangguk. Entah apa yang dipikirkan Mom dan Dad, aku ‘tak lagi tau.

          “Tunggu disini sebentar ya, sayang” ucap Mom padaku. “Kate, Dad mau bicara penting padamu. Ayo ikut sebentar” kata Dad pada Kak Kate. “Okay…” jawab Kak Kate sambil mengikuti Dad. Mom menutup pintu ruanganku.

          Aku berusaha dengan keras untuk dapat beranjak dari kasurku. Aku berjalan ke arah pintu. Aku memasang telingaku dengan tajam agar dapat mendengar percakapan antara Mom, Dad, dan Kak Kate diluar.

          “Oke, langsung ke intinya saja. Apa yang kamu katakana pada Sakura, sayang?” Dad membuka pembicaraan langsung to the point.

          “Kate hanya berkata jujur, Dad. Aku gak suka dengan cara Dad dan Mom memperlakukan Sakura terlalu istimewa. Bahkan Dad dan Mom jarang sekali bahkan hampir tidak pernah memperhatikan aku dan Kak Edward. Semua perhatian kalian pasti tertuju pada Sakura. Padahal 17 tahun yang lalu kalian selalu lebih memperhatikan dan mementingkan aku dibandingkan kepada Sakura. Tapi, sekarang kenyataannya berbeda. Kate nggak mau perhatian kalian yang ada ini hanya buat seorang anak pungut.” Jawab Kak Kate.

          Suasana pun menjadi hening. Dan aku yang mendengar jawaban Kak Kate sangat terkejut sekali. Betapa aku sudah menyakiti Kak Kate. Aku mengambil perhatian Dad dan Mom dari dirinya. Betapa aku sangatlah lebih kejam kepada dirinya dibandingkan perlakuan dia terhadapku. Betapa sangatlah tidak bergunanya aku hidup di dunia.

          “Tuhan, aku sudah sangat merepotkan banyak orang. Mulai dari Bryan, aku telah membuat Bryan patah hati. Lalu Kak Edward, dia bahkan selalu terlihat lelah namun ia tetap saja ingin menjagaku apalagi hanya dia yang tau penyakitku ini. Lalu Mom dan Dad, gara-gara Sakura mereka bahkan hingga sampai harus rela bolak-balik ke Jepang-Irlandia hanya untuk dapat melihat keadaan Sakura. Lalu Suzane, Sakura telah menyakiti hati Suzane. Sakura membuat Suzane patah hati, dan Sakura yakin perlakuan Sakura itu sangatlah lebih kejam kepada Suzane daripada tindakannya terhadapku. Dan Kak Kate, Sakura telah mengambil perhatian dari Mom dan Dad yang seharusnya menjadi milik Kak Kate. Apa gunanya aku masih hidup, Tuhan? Sakura hidup hanya menjadi derita dan beban bagi orang lain! Mengapa Engkau membiarkanku masih bisa bernafas, Tuhan? Tolong ambil nyawaku sekarang, Tuhan… Ku mohon padaMu, Tuhan… Biarkan Sakura bertemu Nicky… Hanya dengan bersama Nicky aku mendapatkan ketenangan. Ambil nyawaku, Tuhan!!!” jeritku dalam hati. Sungguh aku merasa sangatlah tidak ada artinya aku hidup. Aku hanyalah parasit bagi orang-orang disekitarku.

          “Tuhan, jika Engkau tak memanggil malaikat pencabut nyawa untuk mencabut nyawaku sekarang. Maka, biarlah aku sendiri yang akan memanggil malaikan pencabut nyawa itu.” Aku mengambil pisau buah yang ada dipiring yang ddisertai dengan buah-buahan segar untukku tentunya. Aku mencabut semua peralatan dokter yang ada pada diriku.

          “Ya Sakura lakukanlah dengan cepat. Apalah gunanya kamu hidup jika hanya menjadi parasit? Dan apalah artinya hidup tanpa Nicky? Percuma kau ada disini, Sakura” ucapku seraya aku mengarahkan ujung pisau kearah urat nadi yang ada dilenganku.

          “Don’t do it! I won’t look you die!” suara itu datang lagi. Aku yakin itu adalah suara Nicky.

          “Sorry, but I can’t life without you!” ucapku. Aku ‘tak memperdulikan suara itu. Aku mulai menggoreskan lenganku dengan pisau. Rasa sakit pada lenganku kian terasa, rasa sakit dikepalaku pun kembali terasa, dan aku kembali mimisan. Aku tetap menggoreskan lenganu dengan pisau buah tersebut. Begitu banyak darah yang keluar dari lenganku.

          “No!!!!!!!!!!!!!!” teriak suara itu disertai angin yang sangat kencang. Angin itu bahkan menjatuhkan pisauku. Namun sayang, semua percuma karena sudah terlambat. Aku telah memotong 2 urat nadiku. Kini aku tinggal menunggu malaikat maut datang padaku. Namun makin lama, rasa sakit ini sungguh luar biasa.

          ‘Brukk!! Pyarr!!’ aku terjatuh dan juga menjatuhkan piring yang berisi buah-buahan segar. Lantai disekitarku dan pakaian yang sedang ku gunakan dipenuhi darah. Mungkinkah malaikat pencabut nyawa telah datang? (^-^)






#Lanjutnext time ya ^-^
#Thank you so much for reading my story (^-^)
#I’m sorry if my story make you feel boring (^-^)v

Kamis, 11 Oktober 2012

Don't Love Me, Please! (11)



                                      *DON'T LOVE ME, PLEASE! (11)*







“Tidakkk……!!!!!!!!!!!!!!” aku menjerit melihat seseorang yang terbujur kaku bersimbah darah.

          “Nicky!!!!!!!!!!!” aku berlari kearah Nicky yang tergeletak ditengah jalan. Ternyata Nicky yang mendorongku ke pinggir jalan, Nicky lah malaikat penyelamatku.

          “Nicky!! Nicky sadarlah!! Nicky bangun!! Nicky… Kumohon…” aku memeluk Nicky yang bersimbah darah.

          “Ya Tuhan! Nicky! Bryan, panggil suster cepat!” teriak Kak Edward meminta tolong pada Bryan yang sama-sama terkejut. Bryan pun segera berlari menuruti perintah dari Kak Edward.

          “Ugh… Sakura.. Berbahagialah… I’ll see you again… Aku akan selalu bersamamu dimana pun… Walau pun dunia kita berbeda… I love you so much, Sakura… Ugh… I.. I will.. I will keep your safe...” Nicky tersenyum untuk terakhir kalinya.

          “Thank you so much, Nicky. Terima kasih telah menyelamatkan adikku. Semoga kamu tenang di alam sana.” Kak Edward menutup mata Nicky.

          “Enggak!! Nicky nggak boleh pergi!! Nicky, don’t leave me!! I need you so much, Nicky!! I need you beside me!! Nicky!! Nicky, jangan pergi!! Nicky, please ku mohon!! Nicky!!” aku berteriak sambil mendekap Nicky. Air mataku membanjiri kedua pipiku. Darah Nicky pun berceceran di pakaian yang sedang ku gunakan.

          Kak Edward berusaha menjauhkanku dari Nicky agar dapat menenangkanku. Namun aku mengelak dan tetap mendekap Nicky.

          “Enggak, Kak. Sakura nggak mau jauh dari Nicky. Sakura mau selalu disini bersama Nicky aja, Kak.” ucapku berusaha tetap mengelak.

          “Sudahlah, Sakura. Sekarang Nicky sudah tenang disisi Tuhan. Relakanlah dia bersama Tuhan…” Kak Edward menarikku lembut menjauh dari jasad Nicky yang terbujur kaku bersimbah darah.

          Kak Edward memelukku dengan erat. Sedangkan aku hanya bisa menangis berurai air mata.

          “Tell me it’s not true, please… I can’t believe it… It’s no real… Tell me it’s just my bad dream…” aku menangis terisak dipelukan Kak Edward.

          “Mengapa? Mengapa harus Nicky? Mengapa bukan aku saja, Tuhan? It’s not fair, God. Aku, akulah yang lebih pantas Kau ambil, Tuhan. Akulah yang memiliki penyakit Kanker Otak, jadi ambil sajalah aku, Tuhan. Atau bawalah diriku bersama Nicky. Tolong cabut nyawaku juga, Tuhan” ucapku dalam hati.

          Sakit dikepalaku pun kembali terasa. ‘Brukk!!’ aku terjatuh ditengah suara gaduh para perawat yang datang melihat kondisi jasad Nicky.









*Keesokan Paginya*
          Pagi ini adalah hari pemakaman Nicky. Hujan ‘tak henti-hentinya turun dari tadi malam. Langit pun menjadi begitu gelapnya oleh awan-awan pembawa hujan.

          Seperti hujan yang ‘tak juga reda, air mataku pun ‘tak dapat ku hentikan. Seolah-olah alam pun ikut menangis dan merasakan kesediahanku.

          Kak Edward senantiasa berusaha menenangkanku. Kak Edward pun setia memelukku dan memayungiku agar ‘tak kena hujan.

          Upacara pemakaman pun telah selesai. Orang-orang yang datang pun mulai pulang. Keluarga Nicky pun telah pulang.

          “Sakura, ayo kita juga harus pulang.” Kak Edward merangkulku pergi. “Enggak, Kak. Sakura mau disini dulu sebentar lagi.” aku mengelak. “Baiklah. Kakak tunggu dimobil. Jangan lama-lama ya, Sakura” Kak Edward memberikan payungnya padaku lalu berlari pergi.

          “Langit begitu gelap, hujan ‘tak juga reda. Ku harus menyaksikan cintaku terenggut ‘tak terselamatkan…” aku menjatuhkan payungku. Tubuhku pun basah kuyup.

          “Ingin ku ulang hari, ingin ku perbaiki. Kau sangat ku butuhkan. Beraninya kau pergi dan ‘tak kembali…” aku terduduk disamping makam Nicky.

          “Dimana letak surga itu? Biar ku gantikan tempatmu denganku. Adakah tangga surga itu? Biar ku temukan untuk bersamamu…” Aku memeluk batu nisan Nicky. Aku pun mulai mencoba berusaha dapat menegarkan hatiku. Aku berusaha untuk dapat tegar. Aku tau ini sangat sulit, tapi aku pun tau bahwa Nicky pasti ‘tak ingin melihatku begini.

          “Ku biarkan senyumku menari di udara, biar semua tau kematian ‘tak mengakhiri cinta………” aku berdiri dan pergi meninggalkan makam Nicky dengan berlinang air mata yang bercampur dengan tetesan air hujan.

          “Sakura?! Kenapa kamu jadi basah kuyup begini? Ayo cepat masuk kemobil, nanti kamu bisa masuk angin kalau terlalu lama disini” Kak Edward menuntunku masuk ke mobil.

          “Oke, sekarang kakak mau tanya. Dimana payungmu?” tanya Kak Edward mulai menatapku ketika kami sudah berada didalam mobil.

          “Hmm… Nicky juga basah kuyup dan kedinginan, Kak. Sakura hanya ingin merasakan apa yang sedang Nicky rasakan, Kak.” aku mengambil jaketku yang ada di kursi tengah.

          “Listen to me and hear what I say, Sakura. Nicky udah tenang di alam sana bersama Tuhan. Kakak yakin Nicky akan sangat sedih bila melihatmu begini.” Kak Edward memegang kedua pundakku.

          “Doakan saja, Kak…” aku tau jawabanku itu sangatlah tidak masuk akal, namun aku ‘tak tau lagi harus menjawab apa. Aku benar-benar sedang merasa kehilangan Nicky, aku merasakan hatiku hampa tanpanya menemaniku.

          Kak Edward menyalakan mesin mobil, lalu mengandarainya pulang ke rumah meninggalkan kenangan-kenanganku terhadap Villa keluarga Mcfadden.

          “Tuhan, aku ‘tak tau harus bagaimana lagi. Ingin rasanya aku berteriak sekeras-kerasnya sekarang, Tuhan. Rasa sakit yang kurasakan dihatiku sangatlah menyesakkan, Tuhan. Kapankah Engkau akan ambil nyawaku, Tuhan? Ku harap Engkau dapat mengambil nyawaku sekarang juga. Entah sampai kapan aku dapat bertahan menahan rasa sakit ini? Kau tau Tuhan, aku merasa seperti ‘tak lagi memiliki semangat untuk melanjutkan hidupku. Aku begitu tidak berguna didunia ini. Aku hanyalah bagaikan seekor bunga teratai di padang pasir yang hanya tinggal menunggu layunya yang ‘tak akan lama.” batinku.









*Seminggu kemudian*
          Aku menjalani hari-hariku di Rumah Sakit dengan hampa. Kepergian Nicky yang membuatku sedih, Suzane yang selalu datang mencaci aku, dan Kak Kitty yang memang ‘tak pernah menyukaiku.

          Suzane kembali datang kekamarku di saat Kak Edward sedang mencarikanku makanan. Kali ini Suzane datang bersama Kak Kitty kembali seperti biasanya. “Huh! Ternyata masih jadi mayat hidup yang masih bergantung sama obat ya? Kasihan. Itulah akibatnya apabila kamu merebut Mark. Ingat ya sekarang kamu pun tak boleh lagi berhubungan dengan Kak Bryan, sekarang Kak Bryan milik Kak Kate. Mereka lebih cocok.” Ucap Suzane.

          “Ambil saja Mark dan Bryan. Kalau perlu bawa saja mereka pergi jauh-jauh. Aku tidak perduli pada mereka. Mereka bukan siapa-siapa buatku. Aku memang hanyalah seorang wanita yang seperti rumah yang hanya memiliki 1 tiang pondasi saja yang kapanpun bisa roboh dan hancur” aku masih melanjutkan membaca novel yang baru dibelikan Kak Edward tadi malam.

          “Huh! Sok sekali kamu! Dasar anak manja! Jangan cari-cari perhatian mulu deh! Mom and Dad bahkan Kak Edward sangat sibuk dengan pekerjaan mereka tapi kamu masih sempet aja cari perhatian dan diperhatiin mereka, sedangkan aku yang lebih cantik dan pintar darimu malah nggak pernah dapat perhatian! Buat apa mereka capek-capek biayain kamu, toh nanti pun nyawamu bakal melayang!” Kak Kitty merebut novelku dari tanganku.

          “Kak Kitty, kumohon kembalikan novelku…” ucapku memohon. “What?! You call me ‘Kitty’? I’m not a cat! I always say, call me ‘Kate’ no ‘Kitty’!!” Kak Kitty merobek-robek halaman per halaman novelku.

          “Kakak…” aku meneteskan air mata. “And once again, jangan pernah panggil aku ‘kakak’ lagi. Aku ‘tak sudi memiliki adik sepertimu. Dasar anak manja! Baru dibegitukan saja udah mewek!” Kak Kitty pergi dari kamarku bersama Suzane meninggalkanku yang tertunduk sedih.

          ‘Tak berapa lama kemudian Kak Edward datang. “Sakura?! What happen, Dear?” Kak Edward mendatangiku.

          Aku hanya menunjuk jariku ke novel yang beberapa halaman-halamannya telah tersobek-sobek dan berantakan di lantai.

          Kak Edward mengambil novel tersebut. “Siapa yang melakukannya?” Kak Edward mengangkat novel tersebut. Aku hanya tertunduk dan tetap diam membisu. “Suzane or Kate?” tanya Kak Edward lagi.

          “Hmm… Kate…” aku masih tertunduk. “Maaf Kak, Sakura tidak dapat menjaga novel dari kakak dengan baik..” ucapku lagi. “Hmm… No, you’re not wrong.” Kak Edward memelukku.

          “Tenang saja, nanti akan kakak belikan lagi…” kata Kak Edward lagi.









*Keesokan harinya*
          “Sakura, ini novelnya” Kak Edward datang sambil memberikan novel yang sama dengan sebelumnya.

          “Thanks, Kak” aku mengambil novel dari tangan Kak Edward seraya tersenyum padanya.

          “Oh iya, I was forgot it. It’s a letter from Nicky for you. Yesterday, I met Shane in our house. Shane menemukan surat dan buku diary Nicky di laci meja Nicky. Shane memintaku menyerahkannya padamu.” Kak Edward menyerahkan sepucuk surat beserta sebuah buku diary berwarna biru tua polos.

          Aku menaruh novelku di sampingku, lalu aku mengambil sepucuk surat dan sebuah buku diary dari tangan Kak Edward. “Oke, sekarang kakak akan membiarkanmu sendiri agar dapat lebih tenang saat membacanya” Kak Edward beranjak pergi dari kamarku.

          Aku membuka surat Nicky dan kemudian membacanya :
““Dear My Love Sakura,
          Aku tau hal ini sangatlah aneh. Namun entah mengapa aku ingin menulisnya. Kau boleh bilang ini semua kurang kerjaan, namun aku yakin kamu akan mengerti.
          Sakura, jika kamu tau. Pada saat aku mengetahui kamu mengidap penyakit Kanker Otak, aku sangatlah syok. Bagiku kau adalah wanita hebat, Sakura. You’re more than a wonder woman. Aku tau kau begitu tersiksa dengan itu semua.
          Sakura, jika Tuhan mengambil dirimu terlebih dulu. Maka, aku akan ikut bersamamu menghadap Tuhan. Walau aku tau kau takkan bisa membaca surat aneh ini dan surat ini menjadi sia-sia. Namun aku tak menyesal, karena biar mereka tau kalau aku mati demi dirimu.
          Namun bila Tuhan memanggil diriku terlebih dulu, maka aku mohon padamu untuk berbahagialah dengan pujaan hatimu. Aku kan selalu bersamamu walau dunia kita berbeda, I promise.
          I’m never gonna say goodbye, cause I'm never wanna see you cry. I swore to you my love would remain and I swear it all over again and I, I’m never gonna treat you bad, cause I'm never wanna see you sad. I swore to share your joy and your pain, and I swear it all over again.
          Once again, I just want to can tell you I’ll be loving you forever, Sakura. I’ll see you again, my love. I love you so much, Sakura Jane Airurando.
                                                                             Nicky””

          “Nicky, sesungguhnya kamulah pujaan dan pemilik hatiku” ucapku dalam hati. Tanpa terasa sedari tadi aku meneteskan air mataku saat aku mulai membaca surat dari Nicky ini.

          “I love you so much too, Nicky…” ucapku terisak.

          Aku melipat surat Nicky dan menyelipkannya diantara halaman-halaman novelku. Kemudian aku mengambil buku diary Nicky. Namun satu pertanyaan besar menyelimuti hatiku, ‘Apakah aku masih sanggup membacanya?’

          Aku menghela nafas panjang dan berusana dapat menenangkan hatiku yang sedang sangat gundah. Aku pun membuka diary tersebut secara perlahan.

          Lembaran-lembaran awal memang hal yang tidak ku mengerti. Sampai pada suatu halamannya tertulis jelas namaku disana.
“Sunday, August  15th  2010
          Akhirnya aku mendapatkan nama wanita cantik pemilik hatiku itu. Wow! Aku sangat gembira sekali hari ini. Bahkan aku ‘tak dapat mengungkapkannya lewat kata-kata. Her name is ‘SAKURA  JANE  AIRURANDO’. Thanks God! Thanks Bryan, sudah memberitahukanku. Today is a happy day. Yeah!”

          Tanpa sadar, pipiku mulai merona ketika membacanya. Aku pun mulai membuka lembaran berikutnya yang ‘tak kalah membuatku penasaran ingin membacanya.
“Sunday, August  22th  2010
          Today is a bad day. Ternyata Sakura mengidap penyakit Kanker Otak. Tuhan, aku ingin selalu dapat berada disampingnya menjaga dirinya. Tuhan, Kau tau bahwa aku sangatlah mencintai dirinya. Ku harap biarlah diriku saja yang merasakan penderitaan yang sedang dialaminya. Biarkan aku memberikan kenangan terindah untuk Sakura, Tuhan.”

          Aku meneteskan air mataku. Aku ‘tak lagi sanggup membacanya. Aku pun menutup buku diary Nicky.

          Aku menangis terisak mengingat Nicky. Kak Edward yang sepertinya mendengar suara tangisanku, langsung kembali masuk ke kamarku.

          “Sakura? Kamu mimisan?!” tanya Kak Edward terkejut. ‘Tak hanya Kak Edward yang kaget, aku pun terlonjak kaget.

          Aku mengelap hidungku dengan tisu dan ketika ku lihat, ternyata benar begitu banyak darah yang keluar dari hidungku.

          “Tenanglah… I will call a doctor… Wait a minute…” Kak Edward berlari keluar dengan sangat tergesa-gesa.









*Setelah pemeriksaan*
          “Maaf, Sakura. Sepertinya kanker otak yang anda derita sudah mulai merambat. Menurut hasil tes, sekarang anda telah mengidap kanker darah juga” Dokter pribadiku menghela nafas dengan cukup lumayan panjang.

          Mendengar diagnosa Dokter Michael cukup membuatku syok berat. Aku pun hanya tertunduk diam. “What are you saying? Kanker darah?! Seberapa parahnya, Dok? Apakah sama dengan Kanker otaknya?” Kak Edward langsung terlihat panik.

          “Tentu tidak, Edward. Kanker otak yang diderita Sakura memang telah memasuki stadium akhir, namun Kanker darah yang diderita olehnya memasuki tahap stadium dua. Maaf, saya harus permisi karena ada pekerjaan lain menunggu saya. Selamat siang.” Dokter Michael pun keluar.

          “Kanker otak stadium akhir, dan sekarang kanker darah stadium dua?! I can’t believe it…” Kak Edward tertunduk lemas di sofa.

          “Tenanglah, Kak. Dokter Michael tidak mengatakan bakwa aku tidak dapat berumur panjang. Berarti, harapan itu masih ada walau pun mungkin lebih kecil” aku memeluk Kak Edward.

          “Kamu benar-benar tegar, Sakura. Kamu adalah wanita hebat. Kakak sangat bangga memiliki adik sepertimu. Tapi, mengapa harus kamu yang menanggung semuanya?” Kak Edward memelukku erat.

          “Andaikan kakak tau apa yang sebenarnya ada dilubuk hati Sakura, Kak. Sakura pun sangat pesimis memiliki umur panjang. Entah berapa lama lagi Sakura dapat melihat dunia, Kak? Sakura hanya takut membuat orang-orang yang Sakura sayangi menjadi sedih. Sakura harap ketika Sakura telah meninggalkan dunia, Sakura melihat kalian semua tersenyum pada Sakura bukan menangisi Sakura” aku menangis didalam hati.

          “Angel, Mommy and Daddy datang!!” tiba-tiba Mom dan Dad masuk. “Mommy!! Daddy!!” aku memeluk mereka secara bergantian. “How are you, Angel?” tanya Mommy. “Sudah lebih baik, Mom. Apakah pekerjaan Mom dan Dad di Jepang telah selesai?” tanyaku balik.

          “Yup, kami menyelesaikan semuanya dengan lebih cepat agar dapat menemuimu nak” jawab Dad. “Thanks, Mom, Dad. Tapi, lain kali ajak Sakura dong kalau mau ke Jepang lagi. Kan nggak lucu kalau Sakura yang memiliki nama Jepang tapi jarang banget ke Jepang” aku memohon dengan wajah memelas. “Pasti, sayang” ucap Mom memelukku.

          “Mom, Dad, sebenarnya Sakura itu…” Kak Edward menyela tiba-tiba. “Aduh!” Kak Edward meringis kesakitan ketika aku menginjak kakinya dengan cukup keras.

          “What happen, Eddie?” tanya Mommy heran. “Tolong jangan panggil aku ‘Eddie’ lagi, Mom.” Ucap Kak Edward mengeluh. “Hahaha.. Oke, I will” Mom tertawa.

          Aku, Kak Edward, dan Kak Kate memang memiliki nama panggilan tersendiri ketika kami kecil. Kak Edward dipanggil ‘Eddie’, Kak Kate dipanggil ‘Kitty’, dan sedangkan aku sendiri dipanggil ‘Angle’.

          Entah mengapa Mom and Dad memanggilku itu ketika kecil dan sekarang pun Mom and Dad masih memanggilku seperti itu karena hanya diriku yang tidak pernah protes dengan panggilanku itu sedari sewaktu kecil. Aku pernah bertanya dari mana Mom and Dad memanggilku seperti itu bahkan Kak Kate sering iri padaku. Mom and Dad hanya menjawab, kalau nama ‘Angel’ itu diambil dari nama tengahku ‘Jane’.

          Mom dan Dad pun memanggilku itu karena mereka berharap agar aku dapat menjadi seorang malaikat dihati siapa pun.

          “Lihat, Daddy bawa sesuatu yang istimewa buat Angel!” Daddy mengeluarkan sesuatu dari balik punggungnya.

          “Wow! A little cat! It’s very cute, Dad. I love it. Thank you so much, Dad. I love you, Daddy!” aku memeluk Daddy. “My pleasure, Angel” Daddy mengecup keningku.

          “Mommy dan Daddy memang sengaja membelikannya untukmu. Mommy dan Daddy sangat tau bahwa kau sedang berusaha melewati hari-hari yang berat sayang. Kami tau kau sangat membutuhkan kami disaat-saat seperti itu, tapi kami malah tidak ada disampingmu. Bahkan sejak kamu kecil, kami sudah sangat jarang sekali dapat bersamamu tidak seperti ketika kakak-kakakmu kecil yang selalu kami beri perhatian lebih karena kami belum terlalu sibuk saat itu. Kau bahkan tidak pernah mengeluh sidikit pun. Mom dan Dad minta maaf karena selama ini kami belum bisa menjadi orang tua yang baik untukmu.” Mom meneteskan air mata.

          “Mom tidak perlu minta maaf. Mom dan Dad sudah menjadi orang tua terbaik dari yang pernah ada didunia ini menurut Sakura. Kalian bekerja dengan sibuk itu pun karena agar kalian dapat membuat kami hidup dengan sangat lebih dari berkecukupan. Thanks, Mom. I love you, Mom” aku tersenyum memeluk Mom.

          “Thanks, Dear. Mom bangga memiliki kamu. I love you so much, Sakura Jane Airurando” Mom memelukku balik sambil menangis terharu.

          “Iya, Mom. Sakura tau kalian pasti menyayangi Sakura juga walau dengan cara yang berbeda-beda.” Aku melepas pelukan Mom.

          “Dear, sejak kapan rambutmu menjadi rontok?” Mom kaget ketika melihat begitu banyak rambut-rambutku yang rontok di tangannya.

          “Ini pasti efek dari kemotherapi yang aku jalani” pikirku dengan hati berdebar. Ku lihat Kak Edward pun menjadi salah tingkah.

          “Tuhan, Sakura harus ngomong apa? Maaf Tuhan, Sakura belum mau jujur dulu. Sakura takut dan nggak mau membuat Mom dan Dad jadi bersedih karena gara-gara penyakit yang Sakura derita ini. Kumohon bantulah diriku, Tuhan” Doa-ku didalam hati. (^-^)  





 #Lanjut next time ya ^-^
#Thank you so much for reading my story (^-^)
#I’m sorry if my story make you feel boring (^-^)v