Minggu, 04 November 2012

Don't Love Me, Please! (14)



                *DON'T LOVE ME, PLEASE! (14)*







         “Kau!!” Nicky berdiri lalu mendatangi Kak Kate. Aku tak lagi sanggup berkata-kata karena lenganku terasa sangat pedih.

          “You’re like a devil!!” Nicky berteriak ditelinga Kak Kate. Disaat yang sama angin berhembus sangat kencang didalam ruangan ini. Hanya didalam ruangan ini terdapat keberadaannya angin tersebut.

          Kak Kate terdiam lalu melihat sekelilingnya. Benda-benda pun banyak berjatuhan ke lantai. Kak Kate terdiam ketakuan.

          “What do you want??!! Jangan sakiti Sakura!! Enyahlah dari sekitar Sakura!!” teriak Nicky makin nyaring. Dan angin pun semakin kencang berhembus. Seketika Kak Kate pun terdorong ke belakang karena angin yang berhembus padanya sangatlah kuat. Kak Kate langsung terjatuh diantara alat-alat kedokteran yang berjatuhan karena terdorong oleh badannya dan menindih tubuhnya.

          Kak Kate terlihat kesakitan. “Nicky, tolong jangan sakiti Kak Kate…” ucapku terisak dalam hati. Entah mengapa Nicky pun langsung terdiam dan angin yang semulanya berhembus sangat kencang, kini pelahan mulai menghilang.

          Tiba-tiba Kak Edward datang bersama Mom, Dad, Brian, Kian dan Mark. Sontak saja mereka langsung terkejut dengann ruanganku yang menjadi berantakan ini. Namun yang membuat mereka lebih terlihat terkejut adalah ketika melihat lengan pada tubuhku kembali bersimbah darah dan melihat Kak Kate terjatuh dengan disalah satu genggaman tangannya masih terlihat gunting yang telah ikut bersimbah darahku yang masih digenggamnya secara kuat.

          Mereka semua pun langsung mendatangi tubuhku. Mark dan Brian langsung berbalik sambil berlari keluar memanggil dokter dan para perawat. Mom dan Dad langsung mendatangi tubuhku. Sedangkan Kian mendatangi Kak Kate yang terjatuh. Dan Kak Edward berlari keluar. Entah apa yang sedang dipikirkan Kak Edward.

          “Apa yang kau lakukan disini? Dan jelaskan apa yang terjadi dengan gunting itu?” tanya Kian pada Kak Kate. “I’m just…” Kak Kate terbata-bata. Belum selesai Kak Kate menjelaskan, Mom sudah mendatangi Kak Kate dan menampar dua kali kedua pipi Kak Kate yang mulus itu.

          “Kau pembunuh!! Kau membunuh putriku!! Aku takkan membiarkan ini terjadi begitu saja! Kau harus mendapatkan balasannya! Dasar pembunuh! Pergi kau dari hadapanku!” teriak Mom dengan emosi yang meluap-luap desertai dengan tetesan air mata yang membanjiri kedua pipinya yang sudah terlihat mulai mengurus.

          “Tapi, Mom… Kate melakukan semua ini demi Mom dan Dad. Ini semua demi kebaikan kita. Demi keluarga kita. Demi mewujudkan cita-cita kita yang sebelumnya dan menjadi tertunda hanya karena seorang parasit yaitu Sakura” Kak Kate menyebut namaku sebagai seorang parasitisme dalam keluarga.

          Nicky mendatangiku dan memelukku erat. Seolah ia ingin mengatakan bahwa dirinya disini selalu bersamaku dan lupakan kejadian yang telah ku lihat dan ku dengar secara langsung ini.

          “Cukup!!” ucap Dad menghentikan Kak Kate yang sedang menjelaskan. “Kalau hanya itu saja alasan darimu, silahkan keluar” ucap Dad kembali seraya tetap merangkul Mom yang masih terlihat kecewa.

          “Dad…” Kak Kate memelas. “Apalagi yang kau tunggu?! Cepat keluar sekarang!! Jangan kau berani datang kesini lagi apalagi untuk menemui putriku!” teriak Mom yang masih tetap dirasuki oleh emosi yang meluap-luap dalam dirinya. “Pergilah! Atau kami akan melaporkan kejadian ini pada Polisi?!” ucap Kian membentak Kak Kate.

          Kak Kate berdiri dan langsung pergi meninggalkan ruanganku. Sungguh aku tak sanggup melihat semua kejadian ini. Aku ingin berteriak sekuat-kuatnya sekarang. Nicky masih setia memelukku untuk menegarkan aku.

          Seketika dokter-dokter dan para perawat datang memasuki ruanganku. Mereka semua terkejut ketika melihat ruanganku yang berantakan dan juga lengan pada tubuhku yang kembali berlumuran darah.

          “Tolong, silahkan menunggu diluar ruangan” ucap salah satu perawat mempersilahkan Mom, Dad, dan Kian untuk keluar dari ruanganku. “Please help my daughter…” ucap Mom memelas. “Pasti akan kami usahakan dengan baik” jawab perawat tersebut sambil menutup pintu kamarku. Seketika para dokter dan para perawat langsung menangani tubuhku dan terutama lenganku yang mengeluarkan darah yang cukup banyak.

          “Mengapa tadi kau menghentikanku?” tanya Nicky menatap kedua mataku dalam-dalam. “Aku tak mengucapkan apa pun. Tadi aku masih menahan rasa sakitku sehingga aku tak dapat mengucapkan apa pun, Nick” jawabku kebingungan dengan pertanyaan Nicky tersebut.

          “Yes, I know. You don’t say anything, but I feel like you say that. But I believe, that’s your feel” ucap Nicky. Sontak saja ucapan Nicky membuatku bingung.

          “Maksudmu, kau bisa merasakan dan mengerti dengan apa yang sedang ku rasakan?” tanyaku pada Nicky. “Mungkin seperti itulah” jawab Nicky terlihat aneh.

          “Maksudmu, kita sehati gitu??” tanyaku dengan ekspresi polos. “Ugh!” wajahnya Nicky mulai terlihat memerah dan tingkahnya yang tak menentu. Nicky pun langsung berlari pergi meninggalkan aku yang masih bingung.

          “Apaan sih? Aku kan gak paham.” Ucapku terdiam bingung. Rasa sakit yang ku rasakan tadi perlahan tapi pasti mulai menghilang. Sontak saja aku yang menyadarinya langsung melihat kearah dokter dan para perawat.

          Alat-alat kedokteran pun sudah terpasang kembali pada tubuhku. Salah satu dokter bersiap untuk keluar dan para perawat juga sedang membereskan ruanganku yang berantakan. Aku pun memilih untuk mengikuti dokter yang sedang menuju keluar itu.









*Diluar ICU*
          Mom yang melihat dokter keluar, langsung mendatanginya. “Dok, bagaimana keadaan putri saya? Dia pasti baik-baik saja kan?” tanya Mom sambil masih meneteskan air matanya.

          Tuhan, Sakura telah durhaka kepada Mom. Sakura membuat Mom menangis dan membiarkannya meneteskan mutiara yang berharga dari matanya yang tak seharusnya jatuh hanya karena aku. Setega dan sekejam itukah aku? Maafkan Sakura, Mom. Don’t cry again. I won’t see you sad.

          “Putri anda selamat dan baik-baik saja. Namun, dia kekurangan sangat banyak darah. Dengan berat hati saya memohon kepada salah sekitar dua orang untuk dapat mendonorkan darahnya. Kecuali bapak, karena bapak terlihat sangat lelah sekali dan bapak telah mengidap anemia.” Ucap dokter tersebut.

          “Biar saya, Dok” Kak Edward maju menyerahkan diri pada dokter. “Dan biarkan saya juga, Dok” Brian mengacungkan tangannya. “Baiklah. Ikut saya” ucap dokter itu pergi menuju ruangannya.











#BRIAN VERSION#
          Tadi sebelum aku pulang, aku masih melihatmu terbaring. Kau terlihat seperti sebuah pohon yang rapuh.

Aku takut, aku takut jika tak lagi bisa melihat senyummu. Aku takut tak lagi bisa melihat mata indahmu. Aku takut tak lagi bisa mendapatkan pelukanmu. Aku takut kehilanganmu untuk selamanya.

“I wish you were here beside me, tonight. You know I fight for you, but I could I fight someone who isn’t even there. I’ve had the rest of you, now I want the best for you. I don’t care if that’s not fair.” Aku menarik selimutku dan berusaha untuk tertidur.

“I’m never gonna say goodbye, ‘cause I’m never wanna see you cry. I swore to you my love would remain and I swear it all over again. And I, I’m never gonna treat you bad, ‘cause I’m never gonna see you sad. I swore to you…” tiba-tiba ponselku berdering nyaring. Aku pun langsung meraih ponselku dengan malasnya.

Ku baca nama panggilan pada layar yang tertera pada ponselku. “Kate?! Oh My God! I’m very lazy and tired now!” ucapku mengeluh.

“Angkat saja, Kak!” Suzane membuka pintu kamarku dengan tiba-tiba sehingga aku yang sangat terkejut langsung menoleh kearah pintu kamarku. “But…” aku ingin beralasan. “Tidak ada tapi-tapian! Cepat angkat, Kak!” Suzane berdiri dan bersandar pada pintu kamarku.

Dengan terpaksa aku menerima telpon dari Kate. Aku menghela nafas panjang, dengan berat hati aku menaruh ponselku di telingaku.

“Halo?” ucapku malas. “Brian, akhirnya kau mengangkat telpon dariku. Brian, aku minta maaf telah melakukan tindakan yang tadi itu terhadap Sakura. Tapi, aku melakukannya demi kalian, demi hubungan kita juga. Kau tau kan dia ingin merebutmu dariku.” Ucapan Kate membuat amarahku naik seketika. Suzane yang telah melihatku mulai mengobrol dengan Kate langsung pergi meninggalkan kamarku.

“Apa maksudmu? Aku bukan milikmu! Asal kau tau saja aku hanya mencintai Sakura dan aku tak pernah sedikit pun memiliki perasaan suka pada dirimu!” jawabku agak membentak. Aku masih berusaha menahan rasa amarahku pada Kate.

“Tapi, dia itu parasit. Dia menghalangiku untuk mendekatimu. Okay, aku menyesal dan merasa bersalah. Tapi, tolong liat keadaanku!” Kate sepertinya makin dendam pada Sakura. Dan hal itu makin membuat kesabaranku habis padanya.

“Pergilah dan jauhi dirimu dari aku dan Sakura. Aku tak ingin melihatmu lagi apalagi melihatmu menjenguk Sakura. Pergilah kau, pergi dari hidupku! Bawalah semua rasa bersalahmu! Sudah cukup, aku ngantuk. Jangan pernah hubungi aku kembali!” ucapku membentak dan langsung mengakhiri obrolan di telpon. Aku mematikan ponselku agar Kate tak bisa kembali menghubungiku. Aku menaruh ponselku diatas meja samping tempat tidurku.

“Mengganggu saja!” omelku. Aku langsung menarik selimutku kembali dan berusaha untuk pergi ke dunia mimpiku.

















#SAKURA VERSION#
          Aku mendatangi Nicky yang terduduk lemas. “Nick, kau belum menjawab pertanyaanku yang tadi.” Ucapku sambil duduk disampingnya.

          “Haruskah kita membahas ini kembali? Tidak adakah tema yang lain untuk kita bicarakan?” Nicky menatapku gelisah. Aku hanya menggeleng menjawab pertanyaan Nicky.

          Nicky menghela nafas panjang ketika melihatku menggeleng. Entah apa yang dipikirkan oleh Nicky hingga ia berulang kali menghela nafas panjang.

          Suasana menjadi hening diantara kami. Aku benci akan hal ini namun aku tak tau apa yang harus kulakukan. Aku masih menunggu jawaban keluar dari bibir Nicky.

          “Aku sangat tidak pantas untukmu” ucap Nicky tiba-tiba. Ketika mendengar jawaban Nicky tersebut, sontak saja aku langsung kaget dan bertanya-tanya.

          “Maksudmu apa, Nick? Atau kah memang aku ini yang tak pantas untuk dirimu?” tanyaku heran. “Tidak, kau sangatlah jauh lebih terlalu pantas untukku. Tapi, akulah lelaki yang tak pantas untuk dirimu.” Nicky menggenggam kedua tanganku.

          “Bohong!” jawabku ketus sambil memalingkan wajah. “Huft! Sakura, look at me please” pinta Nicky. Aku tak menghiraukan pinta Nicky.

          “Look at me, please!” ucap Nicky sekali lagi dengan nada yang lebih memohon. Aku menghela nafas, lalu mengarahkan wajahku ke hadapan Nicky.

          “Sakura, you’re beautiful like an angel. You’re very smart like a professor. And you’re heart is very soft like a snow. Sedangkan diriku hanyalah roh dari seorang lelaki payah yang meninggal secara mengenaskan. Sedangkan kau, kau masih memiliki kesempatan hidup. Ku mohon carilah penggantiku yang lebih pantas untuk dirimu.” Tangan kiri Nicky menyentuh pipi kananku.

          “Why? Kenapa kau biarkan aku hidup? Kenapa kau ada disana pada saat itu? Kenapa kau menyelamatkan jiwaku? Kenapa kau mengorbankan nyawamu untukku?” tanyaku berderai air mata.

          “Hanya satu jawaban dari semua pertanyaanmu itu, because I love you so much Sakura” jawab Nicky tersenyum.

          “Mengapa kau baru mengatakannya sekarang? Seharusnya aku yang meninggal, bukan kamu. Kau lebih pantas hidup dan aku lebih pantas untuk meninggalkan dunia. Nicky, kamu egois! Kamu jahat! Kau bohong! You said you love me, but now you leave me alone life in this world!” aku menepis tangan Nicky yang menyentuh wajahku. Tak ku perdulikan lagi air mataku yang mengalir deras.

          “Jika kamu meninggal, maka aku akan rela dikubur hidup-hidup menemani dirimu dikubur agar kau tak kesepian. Namun ini sudah takdir Tuhan. Percuma juga aku mengatakannya padamu bahwa aku mencintaimu karena alam kita yang sesungguhnya telah berbeda. I’ve died everyday waiting for you. Darling, don’t be afraid I have love you for a thousand years. I love you for a thousand more” Nicky tersenyum lembut padaku seraya menghapus air mataku yang membanjiri pipiku dengan kedua tangannya.

          “I don’t want to feel the way that I do, I just want to be right here with you. I don’t want to see us apart. I just want to say it’s straight from my heart, I love you so much too Nicky” jawabku memeluk Nicky. Nicky menyambut pelukanku dengan hangat.

          “Nick, bawalah aku pergi bersamamu. Jika harus meninggal demi dirimu, aku rela. Asalkan aku bisa terus bersamamu disini untuk selamanya.” Ucapku lagi. Sontak saja Nicky yang mendengar ucapanku itu langsung kaget.

          “Sakura… Don’t do it for me… I won’t see you die…” Nicky menggenggam tanganku dengan erat.

          “Why not? Kita saling mencintai, Nick. Aku pun sudah tidak betah hidup didunia. Aku capek. Aku capek dengan semuanya. Aku hanya ingin bersamamu. Bersama dirimu aku dapat menemukan senyumku yang sebenarnya. Kau dapat membuatku tersenyum dengan alami walau ketika aku sedang bersedih. Ketegaran hatiku hanya ada pada dirimu. Aku tak bisa menjalani hidup didunia tanpamu.” Jawabku dengan ekspresi wajah memelas.

          “Tidak! Aku tetap tidak mengijinkannya!” jawab Nicky tetap pada pendiriannya tanpa bisa ku goyahkan sedikit pun.

          “Tapi, alasanku untuk lebih menginginkan diriku meninggal itu sangan kuat.” Jawabku keras kepala. “Alasanku sangat jauh lebih kuat dibandingkan dengan alasan darimu itu” ucap Nicky juga keras kepala pada pendiriannya.

          “Tell me, what is that Nick?” tanyaku. Mendengar pertanyaan dariku, Nicky tampak terlihat kebingungan. Namun, dari sorot matanya dapat kulihat. Nicky tetap ingin mempertahankan diriku untuk tetap hidup didunia. Nicky, andai kau tau bahwa hanya dengan adanya kehadiaran dirimu bersamaku itulah yang membuatku dapat tetap hidup didunia. (^-^)







#Lanjut next time ya ^-^
#Thank you so much for reading my story (^-^)
#I’m sorry if my story make you feel boring (^-^)v

Tidak ada komentar: